Selasa, 29 September 2009
CHLAMYDIOSIS
CHLAMYDIOSIS
Sinonim
Louisiana pneumonitis, ornithosis, psittacosis, parrot disease, parrot fever, Chlamydophila psittaci infection, Chlamydia psittaci infection, Papageienkrankheit, psittacose, Chlamydophilosis.
Etiologi
Chlamydiosis adalah penyakit unggas yang akut, sangat menular, disebabkan oleh chlamydia psittaci. Taksonomi dari chlamydia psittaci, yaitu
Kingdom : Bacteria
Phylum : Chlamydiae
Order : Chlamydiales
Family : Chlamydiaceae
Genus : Chlamydophila
Species : C. psittaci
Chlamydia merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spherical, diameter 0,4-0,6 mikron dan merupakan parasit obligat intraselluler, non motil, hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Berdasarkan virulensinya diketahui adanya beberapa macam galur. Galur yang berasal dari burung merpati bervirulensi rendah, yang berasal dari Psittacideae bervirulensi tinggi sedangkan yang berasal dari kalkun ada yang bervirulensi tinggi dan ada pula yang rendah.
Chlamydia hanya dapat memperbanyak diri di dalam sel. Chlamydia membelah secara binari fision dalam badan intrasitoplasma.
Elementari body dari Chlamydia psittaci di sitoplasma sel hepatosit
Berdasarkan taxonomi saat ini family Chlamydiaceae terbagi menjadi 2 genus yaitu :
1. Chlamydia yang terbagi menjadi 4 spesies yaitu ;
C. trachomatis: manusia
C. suis: babi
C. muridarum: tikus, hamster
2. Chlamydophila
C. pneumoniae: manusia,
C. pecorum: ruminan, babi, koala, ewes, kambing
C. psitaci: dulunya Chlamydia psittaci unggas, mamalia, manusia jarang
C. caviae: marmut
C. felis: strain C. psittaci yang menginfeksi kucing
C. abortus: serotype 1 strain Chlamydia psittaci (Everett and Andersen, 1997; Everett et al., 1999; Meijer et al., 1997; Pudjiatmoko et al., 1997; Hartley et al., 2001)
Tabel 1. Pembagian famili dari Chlamydiaceae
Species Hospes Jalur Penularan
Chlamydia
C. muridarum Mouse, hamster Pharyngeal, genital
C. suis Babi Pharyngeal
C. trachomatis Manusia Pharyngeal, ocular, genital, rectal
Chlamydophila
C. abortus Mamalia Oral, genital
C. caviae Marmut Pharyngeal, ocular, genital, urethral
C. felis Kucing Pharyngeal, ocular, genital
C. pecorum Mamalia Oral
C. pneumonia Manusia, katak, koala, horse Pharyngeal, ocular
C. psittaci Burung Pharyngeal, ocular, genital
(Everet,2000)
Antigen pada permukaan chlamydia dapat diklasifikasikan sebagai lipopolisakarida (LPS) dan Major Outer Membrane Protein (MOMP) yang merupakan antigen spesifik Chlamydia.
Heat Shock Protein (HSP) yang terkode secara genetik berhubungan dengan respon imunopatologik. Namun sampai sekarang belum jelas apakah respon antibodi terhadap CHSP 60 memang terlibat dalam imunopatologik chlamydia atau semata-mata sebagai pertanda infeksi chlamydia yang persinten.
Gambar 1. Siklus perkembangan dari Chlamydia
Distribusi
Dari penelitian ditemukan pertama kali di Swiss, kemudian di Prancis dan Jerman, psittacosis pada manusia menjadi sebuah penyakit yang menarik perhatian dunia pada tahun 1929-1930 ketika terjadi di 12 negara dan menyerang 750 sampai 800 orang (Meyer, 1942). Pemeriksaan hati-hati dilakukan Roubkine (1930) dan Barros (1940) mengindikasikan bahwa burung beo America Selatan adalah sumber dari infeksi ini. Penemuan tersembunyi pada psittacosis lokal pada betet, merpati, angsa, ayam bebek, camar dan burung lainnya oleh Meyer dan Eddie (1933, 1947, 1951) menyebabkan ketidakstabilan dari impor burung-burung eksotis. Levinthal ( 1930) secara simultan menemukan waktu badan menyebar di dalam sel retikulo-endotelial, dan Bedson dan Bland ( 1932) dengan meyakinkan membuktikan hubungan yang etiologik dari elementary bodies ke infeksi/peradangan. Pengujian agen virus di dahak penderita psittacosis ( Rivers dan Berry, 1935) membantu prosedur diagnostik. Suatu test netralisasi memungkinkan Hillman ( 1945) untuk membedakan hubungan yang antigenik dari beberapa mamalia dan burung tertentu. Pengamatan terbaru pada wawancara pribadi ke pribadi yang tinggi dari agen psitacosis like memberi kepercayaan kepada hipotesis yang bukan avian, dan mungkin galur manusia, berperanan dalam ekologi psittacosis ( Eaton et Al., 1941; Meiklejohn et Al., 1944; Olson dan Treuting, 1944; Zichis dan Shaughnessy, 1945; Yeatman Dan McEwin, 1945; de Gara Dan Furth, 1948).
Survey pada tahun 1982, C.psittaci diisolasi dari 20-50 % burung peliharaan yang dinekropsi di California dan Florida. (http:/www.cfsph.iastate.edu,2003). Pada tahun 1982 dan 1991 terjadi 1344 kasus Chlamydiosis pada manusia yang dilaporkan oleh Center for Disease Control. Pada tahun 1993 terjadi ekspose Chlamydiosis pada burung peliharan dalam sangkar. (Duncan,1995)
Dua isolasi klinis pertama C. pneumoniae diidentifikasi dari strain TW-183 yang diisolasi dari konjungtiva anak Taiwan tahun 1965 dan strain AR-39 yang diisolasi dari anak sekolah dengan faringitis tahun 1986. (Melintira dkk,2003)
Gabungan dua strain isolasi ini secara resmi dikenal dengan nama C. pneumoniae strain taiwan acute respiratory tract (TWAR) tahun 1989 merupakan penyebab penting pneumonia. (Melintira dkk,2003)
Gambar 2. Peta persebaran C.trachomatis di dunia
CARA PENULARAN
Biasanya sumber penularan bagi manusia adalah burung beo dan burung -burung lainnya, termasuk bebek, kalkun dan merpati. Strain domba dapat menginfeksi wanita hamil. Infeksi terjadi melalui penghirupan aerosol atau debu yang terinfeksi oleh kontaminasi dari kotoran burung, sekret hidung atau produk domba selama kehamilan atau abortus. C. psittaci dapat bertahan hidup dalam debu selama beberapa bulan. Penularan dari orang ke orang dari burung atau strain domba adalah jarang. Wabah terjadi diantara kandang burung, pekerja di pusat karantina, pekerja pengolahan unggas dan dokter hewan.
Pembawa tendon utama adalah burung yang mengeluarkan C. psittaci dalam fesesnya dan sampai derajat tertentu dalam cairan hidung.keluarnya bibit penyakit secara sporadik namun biasanya dirangsang oleh stres. Status sebgai pembawa dapat bertahan sampai bertahun-tahun. Bakteri tahan terhadap pengeringan, mempermudah penularan oleh aerososl. Penularan lewat mulut dari induk ke anak pada beberapa spesies burung. Terjadi juga penularan antar manusia biasanya lewat saliva pasien. Suatu kejadian pada manusia berkaitan dengan kucing yang menderita pneumonitis.
Penularan biasanya terjadi karena kontak, baik langsung maupun tidak langsung. Kontak langsung terjadi antara unggas dengan unggas ataupun antara unggas dengan orang, sedang kontak tidak langsung terjadi karena pencemaran berbagai macam alat dan perlengkapan, baik oleh tinja maupun berbagai ekskret yang berasal dari penderita. Penyakit initidak ditularkan melalui telur. Penularan melalui udara masih menjadi tanda tanya. Diduga unggas yang bermigrasi dan biasa memenuhi permukaan air dipantai bertindak sebagai penyebar penyakit didunia. Unggas yang telah sembuh tetap bertindak sebagai pembawa penyakit untuk selama 42 hari setelah gejala hilang.
Kejadian dan Penyakit Pada Manusia
Tabel 3. Penyakit pada manusia yang disebabkan oleh Chlamydia
Chlamydiosis pada manusia (psittacosis) dilaporkan oleh Centers for Disease Control and Prevention , Atlanta , USA (CDC) dari tahun 1988 sampai 1998 dilaporkan terdapat 813 kasus. Di Jerman psittacosis dilaporkan 790 kasus dari tahun 1995 sampai 2000, di Denmark chlamydiosis pada manusia dilaporkan 57 kasus dari tanggal 1 September 1995 sampai 31 Desember 1998 dan 30 kasus pada tahun 1999. Di Italia dilaporkan 76 kasus psittacosis pada manusia di 12 rumah sakit antara Oktober 1981 sampai Februari 1985, di Swedia dilaporkan dari tahun 1973 sampai 1977 terdapat 336 kasus, di United Kingdom dilaporkan 587 kasus dari tahun 1977 sampai 1979 (Sanco,2002)
Ada tiga spesies dari genus Chlamydia yang menimbulkan penyakit pada manusia, yaitu Chlamydia trachomatis, Chlamydia pneumoniae dan Chlamydia psittaci.
1. Chlamydia trachomatis
Chlamydia trachomatis merupakan agen penyebab penyakit trachoma, penyakit oculogenital, infant pneumonia dan lymphogranuloma venereum (LGV). Chlamydia trachomatis dibagi menjadi 3 biological variants (biovars), yaitu trachoma, LGV dan mouse pneumonitis.
Table 1
Serovar Disease Distribution
A B Ba C Trachoma Asia and Africa
D - K Disease of eye and genitals:
Conjunctivitis
Urethritis
Cervicitis
Respirtaory System:
Infant pneumonia World wide
LGV1 LGV2 LGV3 Lymphogranuloma venerium (LGV) Worldwide
Patogenesis
Chlamydia trachomatis menginfeksi sel-sel kolumner yan tidak bersilia. Bakteri ini merangsang infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan limfosit yang akan merubah formasi folikel limfoid dan pergantian jaringan fibrotic.
Epidemiologi
1. Infeksi Ocular
C.trahomatis (biovar:trachoma) ditemukan di seluruh dunia terutama di daerah padat dan banyak orang miskin. Bakteri ini diperkirakan menyerang 500 juta orang di seluruh dunia dan 7-9 juta orang menjadi buta akibat bakteri ini. C.trachoma biovar: trachoma adalah endemic di Afrika, Asia Tengah, India dan Asia Tenggara. Di United States dan penduduk asli Amerika yang paling sering terinfeksi. Infeksi sering terjadi pada anak-anak. Bakteri ini dapat ditularkan melalui pakaian dan tangan yang terkontaminasi, dan melalui saluran kelahiran yang terinfeksi.
2. Infeksi Saluran Genital
a. C.trachomatis (biovar: trachoma) merupakan penyakit bacterial yang ditularkan secara seksual di United States (4 juta kasus setiap tahun) dan 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia. Di United States, infeksi terbesar terjadi pada penduduk asli Amerika dan orang Afrika yang tinggal di Amerika dengan insidensi tertinggi pada umur belasan tahun / dibawah 20 tahun.
b. C.trachomatis (biovar:trachoma) merupakan penyakit yang ditularkan secara seksual dan terjadi secara sporadic di United States tetapi lebih prevalensi di Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Manusia adalah hospes alami untuk penyakit ini. Insidensi dari penyakit ini adalah 300-500 kasus pertahun di United States.
Clinical Syndrome
1. Trachoma
Penyakit ini bersifat kronis disebabkan C.trachomatis (biovar:trachoma) yang menyebabkan keradangan pada conjunctiva. Trachoma berasal dari kata ‘trakhus’ yang berarti kasar dan merupakan karakteristik yang terlihat pada conjunctiva. Keradangan di jaringan juga mengganggu aliran air mata yang memiliki peranan sebagai mekanisme pertahanan terhadap bakteri. Infeksi sekender juga serinmg terjadi pada penyakit ini.
Gambar : Keratoconjunctivitis
Gambar: Terlihat garis berwarna putih di tarsal conjunctiva
2. Inclusion conjunctivitis
Inclusion conjunctivitis disebabkan oleh C.trachomatis (biovar:trachoma) bersama dengan infeksi genital (serovars: D-K). Karakteristik dari infeksi ini adalah mukopurulent discharge, infiltrat kornea dan terkadang vaskularisasi kornea. Kasus kronis sering terjadi. Pada neonatal, infeksi terjadi melalui salularan kel;ahiran yang terinfeksi dan akan terlihat setelah 5-12 hari. Infeksi pada telinga dan rhinitis bisa menyertai penyakit pada daerah ocular.
3. Infant pneumonia
Infant pneumonia merupakan pneumonia yang menyerang bayi. Infant pneumonia disebabkan oleh C.trachomatis (biovar:trachoma;serovars:D-K). Gejala klinis yang muncul pada anak-anak adalah batuk tetapi tidak demam. Penyakit ini sering didahului oleh neonatal conjunctivitis.
4. Ocular lymphogranuloma venereum
Ocular lymphogranuloma venereum disebabkan oleh infeksi LGV serova C.trachomatis (biovar:LGV) yang dapat menyebabkan oculoglandular conjunctivitis dan lymphadenopathy.
5. Infeksi Urogenital
Pada wanita infeksi biasanya tidak terlihat / asimptomatik (80%) tetapi gejala yang dapat terlihat termasuk cerviitis, urethritis, dan salpingitis. Demam setelah melahirkan akan dialami oleh seorang ibu. Sesudah 3 minggu periode inkubasi, penderita akan mengalami urethral discharge, dysuria dan pyuria. Kira-kira 35-50 % urethritis non-gonocoal disebabkan C.trachomatis (biovar:trachoma). Post-gonooccal urethritis dapat terjadi pada pria yang terinfeksi oleh Neisseria gonorrhoeae dan C.trachomatis. Gejala dari chlamydial akan muncul sesudah dilakukan pengobatan terhadao gonorrhoeae karena masa inkubasinya lebih panjang. Hampir 40 % wanita yang tidak dilakukan pengobatan akan menyebabkan keradangan pada pelvis dan sekitar 20 % wanita akan infertil dan sekitar 18% kasus pada wanita yang tidak dilakukan pengobatan akan menyebabkan penyakit kronis pada daerah pelvis.
Histopatologi pada lesi plasenta. Tanda panah → vilitis acuta
Imunohistokimia dari chlamydial antigen ( tanda panah ) (www.smw.ch)
6. Reiter’s syndrome
Gejala-gejala yang muncul dari Reiter’s syndrome adalah conjunctivitis, polyarthritis dan radang pada alat genital. Kira-kira 50-65 % dari penderita akan menimbulkan infeksi yang bersifat akut yang ditandai dengan adanya athritis.
7. Lymphogranuloma venereum (C.trachomatis biovar:LGV)
Lesi yang paling menciri dari LGV adalah tidak ada rasa sakit dan adanya lesi vesicular inconspicuous yang terlihat di tempat infeksi, sering di penis atau vagina. Penderita juga akan mengalami demam, sakit kepala dan myalgia. Tahap kedua dari infeksi ini adalah adanya keradangan pada saluran limfonodus. Nodus menjadi lebih luas dan terasa sakit. Keradangan pada limfonodud dapat disertai dengan adanya demam, sakit kepala, dan myalgia.
Diagnosis
Diagnosis yang dilakukan untuk mendeteksi penyakit ini yaitu dengan melakukan diagnosis laboratorium. Diagnosis laboratorium meliputi :
1. Cytology
Dengan mendeteksi adanya inklusi bodi, tetapi metode ini kurang sensitif dibandingkan dengan metode yang lain.
2. Culture
Culture adalah metode paling spesifik untuk melakukan diagnosis terhadap infeksi C.trachomatis.
3. Antigen detection
Menggunakan Direct immunofluorescence dan ELISA kit yang digunakan untuk mendeteksi adanya LPS atau protein membran lapisan luar.
4. Serology
Metode ini dilakukan untuk mengetahui dan menghitrung titer antibodi IgM dalam tubuh, titer yang tinggi menunjukkan terinfeksi. Deteksi antibodi IgM baik dilakukan pada neonatal.
Pengobatan dan Pencegahan
Tetracycline, erythromycin dan sulfonamide. Menjaga sanitasi lingkungan yang baik merupakan salah satu upaya yang baik dalam mencegah penyebaran penyakit ini. Lakukan hubungan sexual secara aman untuk mengindari penyebaran penyakit ini lewat genital
2. Chlamydia psittaci
Chlamydia psittaci adalah agen penyebab psittacosis (parrot fever). Penyakit ini pertama kali ditularkan melalui burung beo, tetapi reservoir alami dari C.psittaci adalah bermacam-macam burung. Penyakit ini bisa juga disebut dengan ornithosis dari bahasa Yunani yang berarti ’burung’.
Patogenesis
Saluran respirasi merupakan pintu gerbang masuknya C.psittaci. Infeksi ini terjadi melalui inhalasi organisme dari burung yang terinfeksi atau melalui kotorannya. Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi. Dari paru-paru, bakteri akan masuk ke dalam aliran darah kemudian akan di bawa menuju hati dan limpa. Bakteri kemudian akan melakukan replikasi dan menyebabkan nekrosis focal dan menyebar secara hematogenous di paru-paru dan organ-organ lainnya. Terdapat juga respon keradangan lymphocytic di alveoli dan ruang interstitialis yang akan menimbulkan edema, infiltrasi macrofag, nekrosis dan terkadang hemoragi dan juga adanya sumbatan mukus di alveoli yang dapat menyebabkan cyanosis dan anoxia.
Epidemiologi
Kira-kira ditemukan 50-100 kasus psittacosis yang terjadi setiap tahun di United States dan yang paling terbanyak terinfeksi adalah orang dewasa. Bakteri ini dapat ditemukan pada jaringan, feses, dan bulu burung.Dokter hewan, pekerja di toko hewan kesayangan (pets shop) merupakan orang yang beresiko tinggi yang dapat terinfeksi.
Gejala Klinis
Keadaan sakit akan muncul sesudah masa inkubasi yaitu 7-15 hari. Gejala-gejala yang muncul yaitu demam, kedinginan, sakit kepala, batuk dan pneumonitis ringan. Kasus ringan pada penyakit ini terjadi setelah 5-6 minggu sesudah terjadinya infeksi. Infeksi yang bersifat asimptomatis sering terjadi. Pada kasus yang berat, dapat menyebabkan konvulsi, koma dan kematian (5%) dapat terjadi. Pada penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi antara lain carditis, hepatomegali dan splenomegaly.
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan menggunakan tes serologi
Pengobatan dan Pencegahan
Obat-obat yang dapat digunakan yiatu tetracycline secara per oral (100 mg doxycycline 2 kali sehari atau 500 mg tetracycline hydrochloride yang diberikan 4 kali sehari). Selain itu, dapat pula diberikan doxycycline hyclate secara intra vena dengan dosis 4,4 mg/kg berat badan diberikan dua kali (masing-masing 100 mg per dosis).
3. Chlamydia pneumoniae
Chlamydia pneumoniae merupakan agen penyebab dari pneumonia atypical. Bakteri ini dapat menyebabkan pharyngitis, bronchitis, sinusitis dan atheroslerosis. Bakteri ini berasal dari strain TWAR yang berasal dari dua isolat –Taiwan (TW-183) dan isolat dari respirasi akut AR-39.
Patogenesis
Bakteri ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia melalui droplet respirasi dan menyebabkan bronchitis, sinusitis dan pneumonia.
Epidemiologi
Infeksi dilaporkan 200.000 – 300.000 kasus baru setiap tahun, terutama menyerang orang dewasa. Sebuah laporan (Juni 1996) di Journal Of American College Of Cardiology melaporkan tingkat insidensi yang tinggi pada penderita atherosclerosis (79% dibandingkan dengan 4% kelompok kontrol).
Gejala Klinis
Gejala-gejala yang tampak antara lain pharyngitis, bronchitis, batuk persisten. Infeksi yang lbih berat dapat mengakibatkan pneumonia, biasanya pada satu lobus.
Diagnosis
Metode culture sulit dilakukan sehingga tes serologi yang paling sering dilakukan untuk mendeteksi organisme penyebab penyakitnya.
Pengobatan dan Pencegahan
Tetracycline dan Erithromycin (Murray et al,2007)
Kejadian pada hewan
Tabel 5. Chlamydia yang menginfeksi dan menyebabkan penyakit
(Andersen ,1996)
Avian Chlamydiosis
Etiologi: Chlamydophila psittaci
Transmisi Chlamydia psittaci ke manusia dapat terjadi tapi tingkat kejadian sangat kecil. Transmisi atau penularan C. pecorum ke manusia belum pernah terjadi karena belum dapat dibuktikan secara nyata. (Porpisil, L dan Canderle, C.2004.)
Chlamydiosis burung pada manusia jarang yang bersifat fatal. Infeksi Chlamydiosis domba yang mengenai wanita hamil dapat mengancam jiwa, mengakibatkan abortus lambat atau kematian neonates dan koagulasi intravaskuler yang luas pada ibu.
Penyakit bervariasi mulai dari penyakit seperti influenza dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian yang berlangsung selama beberapa hari sampai ke pneumonia yang tidak khas dan dapat terjadi endokarditis dan hepatis yang berlangsung beberapa minggu.
Kejadian
Seluruh dunia menyerang lebih dari 100 spesies burung. Masalah utama yang dijumpai di Amerika Serikat adalah sebangsa nuri, kalkun, merpati, bebek di Eropa. Beberapa jenis burung misalnya finches, pipit sangat rentan, ayam tahan. Peranan chlamydia bagi penyakit mamalia tidak jelas. Laju infeksi rendah pada burung liar, meningkat dengan bertambahnya populasi dan stress lain. Yang muda lebih rentan kecuali manusia. Pada burung, pembawanya banyak, sanitasi jelek, ventilasi yang tidak cukup dapat mempermudah penyebaran.
Distibusi
Avian chlamydiosis ditemukan tersebar luas di seluruh dunia. Chlamydophila psittaci ditemukan pada burung-burung di daerah tropis dan sub tropis. Infeksi Chlamydophila psittaci juga ditemukan pada burung beo dan parkit di daerah tropis dan Australia. Avian chlamydiosis ditemukan pada burung merpati, burung camar di daerah Great Britain, pada unggas air, dan pada burung-burung di sekitar daerah pantai di laut Caspian, dan ditemukan pada unggas air, burung bangau, burung camar, burung dara di United States. Survey pada tahun 1982, C.psittaci diisolasi dari 20-50 % burung peliharaan yang dinekropsi di California dan Florida.(http:/www.cfsph.iastate.edu,2005).
Transmisi
Transmisi C. psittaci paling banyak secara inhalasi, yaitu menghirup debu yang infeksius da secara ingesti. Persebaran chlamydiosis juda dapat lewat gigitan serangga, tapi sedikit sekali, dan dapat ditularkan lewat caplak, mungkin ini merupakan transmisi mekanik yang penting. Burung dapat sebagai pembawa asymptomatic. Satu bentuk dari C. psittaci , yaitu elementary body dapat bertahan hidup didalam feses selama beberapa bulan.
Periode Inkubasi
Masa inkubasi 1-15 hari
Gejala Klinis
Nuri
Sering akut, kematian pada 50-90% infeksi yang fatal.
Parkit
lesu, sayap menggantung, menggigil, lemah, diarea encer kehijauan sedikit berdarah, anoreksia,
Kalkun
Hampir sama dengan parkit, juga kurangnya produksi telur, terkadang angka kematian tinggi. Kebanyakan infeksi subklinis 5-80 % infeksi terjadi dalam kandang burung, 2-5% galur memiliki virulensi rendah terhadap manusia.
Pada kalkun, terlihat gejala depresi, hilang nafsu makan, tinja berwarna seperti belerang atau hijau. Kalkun penderita tergolek dengan posisi tulang dada menyentuh tanah, disebabkan karena rasa yang amat nyeri di daerah perut. Dalam waktu 2-8 minggu, sebagian besar kalkun yang berada dalam 1 kelompok memperlihatkan gejala penyakit ini. Angka kesakitan pada kalkun dapat mencapai 80% sedang angka kematian berkisar antara 10-30%. Pada burung betet dan sebangsanya, gejala yang istimewa ialah diare, sedang di dalam otaknya terdapat pendarahan.
Perubahan Histopatologi
Nekrosis sel-sel hepatosit dan infiltrasi sel radang (heterofil) pada hepar
Sumber Infeksi
Cara Penularan
Biasanya sumber penularan bagi manusia adalah burung beo dan burung -burung lainnya, termasuk bebek, kalkun dan merpati. Infeksi terjadi melalui penghirupan aerosol atau debu yang terinfeksi oleh kontaminasi dari kotoran burung, sekret hidung atau produk domba selama kehamilan atau abortus. C. psittaci dapat bertahan hidup dalam debu selama beberapa bulan. Penularan dari orang ke orang dari burung atau strain domba adalah jarang. Wabah terjadi diantara kandang burung, pekerja di pusat karantina, pekerja pengolahan unggas dan dokter hewan.
Pembawa tendon utama adalah burung yang mengeluarkan C. psittaci dalam fesesnya dan sampai derajat tertentu dalam cairan hidung.keluarnya bibit penyakit secara sporadik namun biasanya dirangsang oleh stres. Status sebgai pembawa dapat bertahan sampai bertahun-tahun. Bakteri tahan terhadap pengeringan, mempermudah penularan oleh aerosol. Penularan lewat mulut dari induk ke anak pada beberapa spesies burung. Terjadi juga penularan antar manusia biasanya lewat saliva pasien. Suatu kejadian pada manusia berkaitan dengan kucing yang menderita pneumonitis.
Penularan biasanya terjadi karena kontak, baik langsung maupun tidak langsung. Kontak langsung terjadi antara unggas dengan unggas ataupun antara unggas dengan orang, sedang kontak tidak langsung terjadi karena pencemaran berbagai macam alat dan perlengkapan, baik oleh tinja maupun berbagai ekskret yang berasal dari penderita. Penyakit initidak ditularkan melalui telur. Penularan melalui udara masih menjadi tanda tanya. Diduga unggas yang bermigrasi dan biasa memenuhi permukaan air dipantai bertindak sebagai penyebar penyakit didunia. Unggas yang telah sembuh tetap bertindak sebagai pembawa penyakit untuk selama 42 hari setelah gejala hilang.
Lesi post mortem
Lesi post mortem pada burung meliputi pneumonia, airsacculitis, hepatitis, myocarditis, epicarditis, nephritis, peritonitis dan sphlenitis. Di Turkey, lien menjadi besar dan mengalami kongesti serta ditemukan beberapa lesi. Terjadi kongesti vaskuler, fibrinous airsacculitis, fibrinous pericarditis, pneumonia fibrousa dengan adanya kongesti dalam pulmo perihepatitis fibrinous. Pada burung merpati, ditemukan lesi yang disertai dengan hepatomegali, airsacculitis, enteritis dan conjunctivitis. Lien juga mengalami ruptur. Pada burung yang dipelihara dalam kandang, hati mengalami pembesaran dan berwarna kuning yang disertai dengan fokal nekrosis. Lien menjadi besar dengan foci berwarna putih. Airsacculitis, pericarditis, dan kongesti pada saluran pencernaan dapat ditemukan pada spesies burung yang dipelihara dalam kandang. (http:/www.cfsph.iastate.edu,2005)
Gambar. Lien yang membesar (atas) dan hati (bawah) karena Chlamydiosis
(Franson and Pearson,1995)
Gambar. Pericarditis karena Chlamydiosis
(Franson and Pearson,1995)
Diagnosis
Klinis
Hewan tampak lesu dan tidak menimbulkan tanda-tanda yang spesifik bahwa tersebut menderita chlamydiosis.
Diagnosa differensial
Di Turkey, diagnosa differensial meliputi influenza, aspergillosis, fowl cholera, dan Mycoplasma gallisepticum. Pada burung yang hidup di sangkar (kandang), infeksi Chlamydia psittaci disertai dengan infeksi herpesvirus, paramyxovirus, influenza dan Enterobacteriaceae. Sampel dari burung semestinya dikultur, untuk mengetahui penyebab penyakit, seperti Salmonella, Pasteurella, Mycoplasma dan bakteri atau virus.. (http:/www.cfsph.iastate.edu,2005).
Test Laboratorium
Chlamydiosis dapat didiagnosisdengan cara mengisolasi Chlamydia psittaci dari burung yang terinfeksi. Chlamydia psittaci dapat dikultur pada telur berembrio, hewan percobaan atau pada sel kultur seperti buffalo green monkey (BGM), African green monkey (Vero), McCoy atau sel L. Organisme dapat diidentifikasi secara langsung dengan menggunakan immunofluorescence atau teknik yang lainnya.
Hewan percobaan yang digunakan untuk isolasi adalah embrio ayam, mencit, serta marmot. Dalam biakan jaringan embrio ayam, Chlamydia psittaci sangat mudah tumbuh dan dalam konsentrasi yang cukup. Diagnosa harus dilakukan banding dengan penyakit kolera unggas.
Chlamydiosis juga dapat didiagnosa dengan menemukan Chlamydia psittaci pada jaringan, feses atau eksudat secara histochemical atai immunohistochemical. ELISA juga bisa dapt digunakan untuk diagnosa, tetapi kurang sensitif atau dapat bereaksi silang dengan bakteri gram negatif lainnya. Teknik diagnosa lainnya, yaitu dengan menggunakan PCR dan PCR-RFLP.
Uji serologi juga dapat membantu untuk meneguhkan diagnosa. Paling sedikit membutuhkan 4 sampel. Komplemen fiksasi adalah tes standar. Uji yang lain meliputi ELISA, latex agglutination (LA), elementary body agglutination (EBA), micro-immunofluorescence (MIFT) dan agar gel tes immunodiffusi. Tes EBA hanya untuk mendeteksi adanya IgM.(http:/www.cfsph.iastate.edu,2005).
Pencegahan dan Pengendalian
Manusia
Karantina burung-burung yang terinfeksi. Menyediakan ventilasi yang baik bagi proses pertumbuhan unggas. Pemanasan bulu-bulu. Pendidikan para pekerja yang terpapar. Pembuangan yang aman dari burung-burung yang terinfeksi. Wanita hamil sebaiknya menghidari kontak dengan kawanan domba yang sedang beranak di daerah yang enzootic. Menerapkan prosedur laboratorium yang aman selama menangani sekelompok spesies burung.
Hewan
Pencegahan pada unggas adalah sulit karena terjadi infeksi ulang dari burung-burung liar yang terinfeksi. Memberikan pengobatan tetrasiklin jangka lama pada burung-burung import yang dikarantina dalam makanannya untuk memusnahkan kariernya. Pada domaba, dipelihara dalam kelompok tertutup dan divaksinasi tiap tahunnya. Mengisolasi biri-biri betina yang abortus sampai pengeluaran cairannya terhenti.
Burung yang sembuh rentan. Praktek sanitasi, ventilasi dan pengelolaan yang baik mengurangi stress dan menghambat penyebaran. Obati semua hewan dengan antibiotika, beri pengobatan tambahan secra profilaktik, control aliran udara dalam lab.
Burung untuk ekspor walau tidak memperlihatkan tanda penyakit harus diberi pengobatan selama 2 minggu di karantina denga chlortetrasiclin dengan kadar 0,5 mg/gram, juwawut berchlortetracyclin atau dicampur makanan dengan dosis 0,5g/kg makanan.
Vaksinasi belum dapat dilakukan, karena belum ada vaksin yang efektif. Satu-satunya cara adalah, menerapkan prinsip sanitasi yang baik dalam peternakan. Orang dan juga unggas liar diusahakan agar tidak memasuki daerah peternakan. Usahakan agar unggas yang berbeda umur tidak dicampur dalam satu flok. Unggas yang sakit harus dimusnahkan.
Pengobatan
Kalkun yang satu kelompok dengan yang diduga sakit, dapat diobati dengan chlortetracyclin (CTC) dengan dosis 200-400 g/ton makanan selama 3 minggu.
Pemakaian biji kecil : biji jewawut yang sudah dikupas dengan 0,05% klortetrasiklin (CTC) selama 45 hari. Pemakaian biji besar : mimis kering terdiri atsa 50% nasi dan 50% pakan lain dengan 0,05% CTC selama 45 hari. Merpati : 96 bagian pakan 4 bagian 22% CTC, basahi secukupnya agar berlekatan, 30 hari. Kalkun : 400gram CTC/ton, 3 minggu(mengurangi kematian pada merpati namun tidak membersihkan jaringan). (William,1991)
Feline Chlamydiosis
Feline Chlamydiosis, dikenal juga dengan sebutan feline pneumonitis (radang paru-paru pada kucing), biasanya menyebabkan gangguan saluran pernafasan bagian atas yang relatif ringan tetapi kronis (lama). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Chlamydia psitacii. Tanda-tanda utama penyakit ini biasanya radang/sakit pada mata, disertai cairan kotoran mata berlebihan. Infeksi ini menyebabkan juga pilek, bersin dan kesulitan bernafas yang disebabkan radang paru-paru. Bila tidak diobati, infeksi bisa menjadi kronis, berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Selain chlamydia, virus feline rhinotracheitis dan feline calicivirus termasuk organisme yang menyebabkan penyakit gangguan pernafasan bagian atas pada kucing. Chlamydia menyebabkan sekitar 10-15 % dari total kasus gangguan pernafasan pada kucing. (Anonim,2001)
Tanda-tanda penyakit ini baru muncul bila bakteri menyerang mata dan saluran pernafasan.
Gejala klinis :
• Kurang/hilangnya nafsu makan
• Batuk
• Sesak nafas atau kesulitan bernafas
• Demam
• Radang paru-paru ( pada kitten umur 2-4 bulan dapat menyebabkan kematian)
• Hidung berwarna merah disertai pilek
• Bersin-bersin
• Mata merah, bengkak dan berair
(Anonim,2001)
Bakteri Chlamydia terdapat di seluruh dunia dan menyebabkan penyakit pada sekitar 5 – 10 % dari seluruh populasi kucing. Penyakit ini sering menyerang kucing muda (kitten umur 2 – 6 bulan), tempat penampungan hewan atau tempat dengan populasi kucing lebih dari satu. Wabah sering terjadi pada pemeliharaan kucing yang terlalu padat, nutrisi yang kurang baik dan tempat/kandang dengan ventilasi yang kurang. Bakteri yang menyebabkan Chlamydiosis menular ke kucing lain melalui cairan pilek atau kotoran mata, penularan biasanya melalui beberapa cara sebagai berikut :
• Kontak dengan objek yang terkontaminasi bakteri seperti kandang, makanan, tempat makan/minum, pakaian pemilik dan tangan pemilik.
• Kontak dengan mulut, hidung atau kotoran mata kucing yang terinfeksi.
• Bersin dan batuk yang bisa menyebarkan virus dalam radius 3.5 meter
(Anonim,2001)
Chlamydiosis pada kambing
Etiologi
Chlamydiosis pada kambing disebabkan Chlamydia psittaci.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang paling terlihat pada kambing yaitu aborsi selama kehamilan terakhir, stillbirth atau kelahiran premature. Pada infeksi percobaan ditemukan leleran pada vagina sehari sebelum terjadinya keguguran. Setelah terjadi aborsi, akan terlihat adanya leleran berwarna coklat keluar dari vagina. Frekuensi terjadinya aborsi dan penurunan produksi air susu dapat mencapai 30 % bahkan dapat mencapai 90 %. Pada fetus tidak terlihat lesi makroskopik spesifik.Perubahan pascamati pada kambing yaitu adanya cairan berwarna merah darah di cavum abdominal dan cavum pleura dan hemoragi petechiae pada lidah. Chlamydia psittaci menyebabkan abortus pada kehamilam trisemester terakhir.
Cara Penularan
Penularan chlamydiosis pada kambing melalui placenta dan cairan fetus pada saat terjadinya aborsi. Penyebaran Chlamydia pada kambing dapat melalui cairan vagina yang keluar dua minggu sebelum aborsi atau dua minggu sesudah aborsi. Kambing yang umur kehamilan kurang dari 100 hari akan lebih rentan terserang Chlamydia. Kambing yang dilahirkan yang berasal dari induk yang terinfeksi akan menjadi carrier yang dapat menularkan ke kambung yang lain.
Diagnosis
Sebelum dilakukan diagnosis laboratorium, dilakukan pengambilan specimen yang dapat diambil dari placenta atau leleran vagina. Diagnosis Chlamydia pada kambing dilakukan dengan menggunakan metode immunofluorescence. Selain itu, dapat juga menggunakan metode ELISA dan PCR.
Pengobatan
Tetracycline dapat mempengaruhi replikasi dari Chlamydia dan efektif dalam mencegah keguguran. Selain itu, dapat juga menggunakan oxytetracycline 20 mg/kg yang diberikan secara intramuscular pada hari ke 105 dan 120 kebuntingan dapat mencegah terjadinya aborsi tetapi tidak dapat mencegah penyebaran Chlamydia pada fetus.
(www.ivis.org)
Kejadian di Indonesia
Di Indonesia, penyakit ini belum pernah didiagnosa. Mengingat terdapat banyaknya berbagai macam jenis burung Psittacidae, maka dapat diperkirakan penyakit ini kemungkinan besar juga terjadi di Indonesia.
Prevalensi Chlamydia di kalangan PSW lokalisasi yaitu 20%, sedangkan pada PSW jalanan 12%, penelitian sebelumnya di Jember dan Tulung Agung (Jawa Timur) prevalensi rata-rata Chlamydia 16.1%. Jadi hasil di lokalisasi lebih tinggi dibanding sebelumnya, tetapi pada PSW di jalanan lebih rendah. (Rahardjo,2004)
DIAGNOSIS
Chlamydia psittaci
Hewan percobaan yang digunakan untuk isolasi adalah embrio ayam, mencit, serta marmot. Dalam biakan jaringan embrio ayam, Chlamydia psittaci sangat mudah tumbuh dan dalam konsentrasi yang cukup. Diagnosa harus dilakukan banding dengan penyakit kolera unggas.
Chlamydia trachomatis
Untuk menunjukkan adanya infeksi genital oleh C. trachomatis bahan pemeriksaan harus diambil uretra atau serviks dengan menggunakan swab kapas dengan tangkai metal. Pada wanita C. trachomatis lebih sering dapat diisolasi di serviks dari pada uretra.
Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi C. trachomatis terutama berdasarkan pada isolasi organisme dalam biakan sel jaringan. Ini merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap sebagai metode pilihan untuk spesimen medikolegal dimana sensitifitas diperkirakan 80-90 % dan spesitasnya 100 %. Yang dapat digunakan adalah sel-sel Mc. Coy yaitu sel-sel yaitu sel-sel fibroblas tikus (L-cells).
Biakan sel dapat juga digunakan mencari bahan inklusi Chlamydia dengan bantuan grup spesifik fluorescein - labelled antibodi monoklonal terhadap C.trachomatis. Prosedur ini membutuhkan mikroskop fluorescens.
o Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau larutan jodium dan diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan Giemsa, Badan Inklusi (BI) terdapat intra sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua,sedangkan dengan pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat. Jika dibanding dengan cara kultur, pemeriksaan mikrosopik langsung ini sensitifitasnya rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi asimtomatik.
Gambar hasil pewarnaan jaringan yang ditemukan chlamydia
http://niah.naro.affrc.go.jp/disease/EM/atlas/myco-chlam/chlamydia/chlamydia.jpg
Deteksi Antigen Langsung
Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu :
1. Direct Fluorescent Antibody (DFA)
Cara ini merupakan test non-kultur pertama dimana C. trachomatis dapat ditemukan secara langsung dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel dengan fluorescein. Dengan teknik ini chlamydia bebas ekstraseluler yang disebut badan elementer (BE) dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat ditemukan badan inklusi intrasitoplasmik. Cara ini tidak dapat membedakan antara organisme mati atau hidup, tetapi keuntungannya tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan hasilnya dapat diketahui dalam 30 menit.
2. Enzym Immuno Assay (EIA)
Banyak tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan teknik ini. Tidak seperti DFA, EIA bersifat semiautomatik dan sesuai digunakan untuk memproses spesimen dalam jumlah besar.
Serologik
Tes serologik tidak digunakan secara rutin dan luas untuk diagnosi infeksi traktus genitalis chlamydial kecuali untuk LGV, oleh karena dijumpai prevalensi antibodi pada populasi seksual aktif yang mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi C. trachomatis, yaitu berkisar 45 - 60 % dari individu yang diperiksa. Walaupun tidak selalu dijumpai pada setiap kasus infeksi genital tanpa komplikasi, antibodi terhadap C. trachomatis biasanya timbul setelah infeksi dan dapat menetap selama bertahun-tahun. Respon Ig M dapat dilihat pada infeksi episode pertama.
Berbagai teknik serologik diaplikasikan untuk mempelajari infeksi clamydial antara lain :
1. Complement Fixation (CFT)
CFT menggunakan antigen “group” chlamydia untuk mendeteksi serum antibodi terhadap semua anggota genus ini. Konsekuensinya, deteksi antibodi terhadap antigen lipopolysacharida chlamydial tidak dapat membedakan antara infeksi C. trachomatis dengan C. psittaci dan juga tidak cukup sensitif untuk deteksi antibodi terhadap C. pneumonia.
2. Microimmunofluorescence (MIF)
MIF menggunakan antigen chlamydial purifikasi tertentu yang ditempatkan diatas slide kaca bereaksi dengan serum penderita. Test ini sensitif dan spesifik, dimana pada sebagian besar kasus dapat memberikan informasi mengenai serotype infeksi C. trachomatis.
Selain di serum, antibodi dapat juga ditemukan pada sekresi lokal tubuh lainnya seperti air mata dan sekresi genital. Antibodi C. trachomatis dapat diklasifikasikan menurut Ig (Ig M, Ig G dan Ig A) dengan teknik ini. Respon Ig M merupakan ciri infeksi akut dan terutama digunakan dalam diagnosis infant chlamydial pneumonia. Hasil serologik chlamydial biasanya diinterprestasikan sebagai berikut :
Infeksi akut ; titer Ig M > l ; 8 dan/atau peningkatan 4 kali lipat atau lebih, atau penurunan titer Ig G. Infeksi kronik ; titer Ig G tetap tinggi > l : 256.
Test DNA Chlamydia
1. DNA Hibridisasi (DNA Probe)
Test ini sensitifitasnya kurang dibandingkan metode kultur yaitu 75-80% dan spesifitas lebih dari 99 %.
2. Nucleic Acid Amplification.
Teknik amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu : Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Ligase Chain Reaction (LCR). Test ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas tinggi, dan dapat menggunakan non-invasif spesimen seperti urine untuk menskrining infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.
(Karmila,2001)
Chlamydia pneumonia
Pada pemeriksaan fisis paru didapatkan ronki dan mengi. Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan laju endap darah (LED), hitung leukosit, walaupun pada banyak kasus didapatkan normal. Gambaran klasik foto toraks pada infeksi bakteri atipik yaitu infiltrat unilateral, subsegmental dan interstisial tanpa konsolidasi merupakan gambaran foto toraks yang tidak banyak membantu secara diagnostik. (Melintira dkk,2003)
Guckle dkk.menemukan infiltrat interstisial, konsolidasi yang unilateral atau bilateral. Chlamydia pneumoniae biasanya didiagnosis secara serologis sedangkan isolasi sangat sulit. (Melintira dkk,2003)
Pemeriksaan microimmunofluorescence (MIF) terbukti merupakan pemeriksaan serologis terbaik untuk mendeteksi infeksi akut Chlamydia. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi imunoglobulin M (IgM), IgG, IgA terhadap antigen Chlamydia. (Melintira dkk,2003)
Kriteria diagnosis serologis infeksi Chlamydia yaitu pada infeksi akut didapatkan peningkatan empat kali titer IgG antara serum sampel yang diperoleh pada masa akut dan sembuh (convalescence) atau dari spesimen tunggal, titer IgM 1/16 atau titer IgG 1/512, dengan titer IgG sebelum dan setelah infeksi 1/16 dan <1/512. Infeksi kronik didefinisikan dengan titer IgM <1/16, IgG 1/16 sampai 1/256. Uji serologis antibodi IgA terhadap C. pneumoniae berguna juga untuk mendeteksi infeksi persisten pada asma karena waktu paruh (half life) IgA serum kurang dari satu minggu. Infeksi ulang (reinfeksi) C. pneumoniae berkaitan dengan IgA spesifik C.pneumoniae. (Melintira dkk,2003)
Cunningham dkk. melaporkan IgA sekretori spesifik terhadap C. pneumoniae yang diperoleh dari aspirat nasal anak dengan minimal empat kali eksaserbasi asma lebih tinggi dibandingkan dengan satu kali eksaserbasi. Titer IgA positif didefinisikan sebagai titer 1/16. (Melintira dkk,2003)
Chlamydia dapat juga diisolasi dari apusan tenggorok, nasofaring, sputum dan cairan pleura pasien pneumonia, bronkitis dan asma.
Chlamydia dapat tumbuh lebih mudah dalam biakan pada sel yang berasal dari jaringan respirasi khususnya sel Hep-2 dan HL. Biakan dapat tumbuh dalam 4-7 hari. Chlamydia juga dapat diisolasi dalam biakan sel HeLa atau McCoy.
Beberapa studi menggunakan pemeriksaan PCR untuk mendeteksi C. pneumoniae. Pemeriksaan ini lebih sensitif dibandingkan dengan biakan. (Melintira dkk,2003)
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
• Manusia
Karantina burung-burung yang terinfeksi. Menyediakan ventilasi yang baik bagi proses pertumbuhan unggas. Pemanasan bulu-bulu. Pendidikan para pekerja yang terpapar. Pembuangan yang aman dari burung-burung yang terinfeksi. Wanita hamil sebaiknya menghidari kontak dengan kawanan domba yang sedang beranak di daerah yang enzootic. Menerapkan prosedur laboratorium yang aman selama menangani sekelompok spesies burung.
• Hewan
Pencegahan pada unggas adalah sulit karena terjadi infeksi ulang dari burung-burung liar yang terinfeksi. Memberikan pengobatan tetrasiklin jangka lama pada burung-burung import yang dikarantina dalam makanannya untuk memusnahkan kariernya. Pada domaba, dipelihara dalam kelompok tertutup dan divaksinasi tiap tahunnya. Mengisolasi biri-biri betina yang abortus sampai pengeluaran cairannya terhenti.
Burung yang sembuh rentan. Praktek sanitasi, ventilasi dan pengelolaan yang baik mengurangi stress dan menghambat penyebaran. Obati semua hewan dengan antibiotika, beri pengobatan tambahan secra profilaktik, control aliran udara dalam lab.
Burung untuk ekspor walau tidak memperlihatkan tanda penyakit harus diberi pengobatan selama 2 minggu di karantina denga chlortetrasiclin dengan kadar 0,5 mg/gram, juwawut berchlortetracyclin atau dicampur makanan dengan dosis 0,5g/Kg makanan.
Vaksinasi belum dapat dilakukan, karena belum ada vaksin yang efektif. Satu-satunya cara adalah, menerapkan prinsip sanitasi yang baik dalam peternakan. Orang dan juga unggas liar diusahakan agar tidak memasuki daerah peternakan. Usahakan agar unggas yang berbeda umur tidak dicampur dalam satu flok. Unggas yang sakit harus dimusnahkan.
• Tindakan administrasi
Bila ditemukan kejadian Chlamydiosis, diharuskan melapor kepada dinas peternakan daerah tingkat I, yang selanjutnya diteruskan kepada direktorat jenderal peternakan. Hewan yang menderita Chlamydiosis harus dimusnahkan. Peneguhan diagnosa dilakukan oleh Lembaga/Laboratorium yang berwenang. Bila ada penularan pada manusia, diharuskan melapor kepada dinas kesehatan setempat.
Pengobatan
Kalkun yang satu kelompok dengan yang diduga sakit, dapat diobati dengan chlortetracyclin (CTC) dengan dosis 200-400 g/ton makanan selama 3 minggu.
Pemakaian biji kecil : biji jewawut yang sudah dikupas dengan 0,05% klortetrasiklin (CTC) selama 45 hari. Pemakaian biji besar : mimis kering terdiri atsa 50% nasi dan 50% pakan lain dengan 0,05% CTC selama 45 hari. Merpati : 96 bagian pakan 4 bagian 22% CTC, basahi secukupnya agar berlekatan, 30 hari. Kalkun : 400gram CTC/ton, 3 minggu(mengurangi kematian pada merpati namun tidak membersihkan jaringan). Manusia : 1-2 gram CTC setiap hari selama 21 hari. Tanggapan terhadap terapi biasanya baik, selama pengobatan kandungan kalsium makanan harus rendah. (William,1991)
Pengobatan untuk C. trachomatis:
Doxycycline 100 mg/hari selama 7 hari (kontraindikasi pada kebuntingan)
Azithromycin 1 gram peroral dalam dosis tunggal
Regimen alternatif : digunakan jika obat diatas kontraindikasi.
Erytromicin 500 mg/2 kali sehari selama 10-14 hari
Ofloxacin 200 mg/2 kali sehari atau 400 mg/hari selama 7 hari
(Karmila,2001)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2001.Feline Chlamydiosis.www.animalhealthchannel.com
Anonim.2002.Avian Chlamydiosis As a Zoonotic Disease and Risk Reduction Strategies.
Andersen, Arthur R.1996.Are chlamydiae swine pathogens?. Swine Health and Production – Volume 4, Number 6
Becker,Yechiel.1978.Chlamydia.Medmicro Chapter 39
Duncan, April.1995.Chlamydiosis.www.addl.purdue.edu
Franson,J.Christian.1995.Chlamydiosis. Field Manual of Wildlife Diseases: Birds
http://www.ivis.org/advances/disease_tempesta/rodolakis_chlamydiosis/ivis.pdf.
Karmila,Nelva.2001.Infeksi Chlamydia Trachomatis.http:/library.usu.ac.id
Melintira,Ira,dkk.2003.Peranan Infeksi Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae terhadap Eksaserbasi Asma . Cermin Dunia Kedokteran No. 141
Murray,2006,Medical Microbiology 3rd edition,chapter 44
Pospisil L,J.Canderle.2004.Chlamydia (Chlamydophila) pneumoniae in animals:a review. Vet.Med-Czech, 49, 4004 (4):129-134
Rahardjo,Eko.2004. Diagnosis Laboratorium Infeksi Saluran Reproduksi dari Para Pekerja Seksual Wanita di Banyuwangi Juni 2003. Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004
Sanco,2002,Avian Chlamydiosis As Zoonotic Disease and Risk Reducation Strategies Eropean Commision Healthand Customer Protection Directorate General.
Schnurrenberger, Paul R dan Hubbert, William T. 1991. Ikhtisar zoonosis.Bandung: ITB
file://localhost/F:/Bahan%20Chlamydiosis/feline%20chlamydiosis.htm
http://www.med.sc.edu:85/mayer/chlamyd.htm
Gambar
http://niah.naro.affrc.go.jp/disease/EM/atlas/mycochlam/chlamydia/chlamydia.jpg
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Thanks kak., untuk info nya membantu saya dalam mengerjakan tugas infeksius ini., salam kenal.,
BalasHapus