Rabu, 16 September 2009

SALMONELLOSIS


SALMONELLOSIS

PENDAHULUAN

Bakteri Salmonella spp. merupakan bakteri saluran pencernaan terutama di usus,. Salmonellosis merupakan masalah yang sangat besar, terutama di daerah berkembang yang memiliki sanitasi yang kurang memadai. Di Inggris, sanitasi relatif baik tetapi 90% salmonellosis disebabkan oleh keracunan makanan dengan case fatality rate 0, 4% (Subronto, 2003).

Salmonellosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri Salmonella spp walaupun bekteri ini utamanya hanya menghuni usus, ternyata Salmonella spp tersebar luas di lingkungan yang berhubungan dengan peternakan atau pembuangan limbah (tinja) manusia. Penyakit ini menjadi problem yang sangat besar, terutama di daerah yang berkembang dengan tingkat sanitasi yang kurang memadai. Di Inggris yang memiliki sanitasi relatif baik, salmonellosis merupakan 90% dari penyebab keracunan makanan dengan case fatality rate 0,4%. (Subronto, 2003).

Nama lain salmonellosis adalah Typhoid fever, Paratyphoid fever, Foodborne fever, Berak kapur pada ayam (http://id.wikipedia.org/wiki/ Salmonella).

ETIOLOGI

TOXONOMI

Kingdom : Bakteri
Filum : Proteobakteria
Kelas : Gamma Proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Famili : Enterobakteriakceae
Genus : Salmonella

Spesies : Samonella enterica

Salmonella bongori

(http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella)

Salmonellosis yang disebabkan oleh berbagai spesies dan serotype kuman salmonella pada pedet dan sapi dewasa, atau pada spesies ternak lainnya, mengakibatkan septisemia dan radang usus yang akut maupun kronik. Pada hewan betina yang sedang bunting salmonelosis dapat menyebabkan keluron.

Salmonela sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan lain bila masuk melalui mulut. Bakteri ini ditularkan melalui hewan, produk hewan kepada manusia dan menyebabkan enteritis, infeksi sistemik dan demam enterik.

Penyebab salmonellosis adalah genus Salmonella. Bakteri ini bersifat gram negatif dan terbagi-bagi dalam grup, subgroup, dan serotipe. Berdasarkan nomenklatur yang disusun tahun 1996, genus Salmonella hanya dibagi menjadi 2 spesies, yakni Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Salmonella enterica dibagi menjadi 6 subspesies, yakni enterica, salamae, arizonae, diarizonae, houtanae, dan indica. Menurut klasifikasi Kauffmann-White, yang didasarkan atas antigen somatic “O” dan antigen flagella “H” ditemukan sekitar 2.000 serotipe di dunia.

Salmonella enteric

Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60º C (140º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agen farmakeutika dan feses (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).

Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).

Menurut Kauffmann-White, klasifikasi salmonella yang didasarkan atas antigen somatic “O” dan antigen flagella “H” ditemukan sekitar 2.000 serotipe di dunia (Subronto, 2003).

Sampai sekarang kuman Salmonella spp. diketahui terdiri sedikitnya 1300 serotipe yang semuanya mampu menimbulkan penyakit. Kuman – kuman Salmonella typhimurium dan Salmonella Dublin, kadang – kadang Salmonella Heidelberg dan Salmonella saint pauli sering dilaporkan menyerang pedet maupun sapi dewasa. Pada pedet, kuman – kuman tersebut dapat diisolasi dari penderita yang berumur 6 – 14 hari.

Infeksi kuman dalam suatu kandang sapi dapat t6erjadi karena dimasukkannya sapi baru untuk bibit yang berasal dari pasar atau dari kandang lain yang tertular. Kuman salmonella yang mempunyai arti zoonotik, dapat tinggal dalam suatu kandang dalam jangka waktu yang panjang, terutama bila ada hewan – hewan yang infeksinya bersifat laten. Dalam air yang tergenang yang terdapat dipadang pengembalaan, kuman dapt hidup hingga sembilan bulan (Subronto, 2003).

Morfologi salmonella bervariasi. Kebanyakan spesies, kecuali Salmonella pullorum – gallinarum dapat bergerak dengan flagel peritrika. Bakteri ini mudah tumbuh pada perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa dan sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang – kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya membentuk H2S.

http://images.google.co.id/images?gbv=2&hl=id&q=+site:www.fao.org+salmonellosis

Salmonella resisten terhadap zat – zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tertrationat dan natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya karena senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam perbenihan yang dipakai untuk mengisolasi salmonella dari tinja.

Berdasarkan spesifitas induk semang, serotipe yang ada dapat dikelompokkan menjadi :

a. S. typhi, S. paratyphi A,B dan C penyebab demam enteric (typhoid) hanya pada manusia.

b. S. dublin (sapi), S. cholera suis (babi), S. gallinarum dan S. pullorum (unggas), S. abortus equi (kuda), dan S abortus ovis (domba). Salmonella spp yang beradaptasi pada hewan jenis tertentu jarang menimbulkan penyakit pada manusia dan bersifat Salmonellosis non typhoid.

Golongan O

Spesies

D

S.typhi

A

S.paratyphi

C1

S.choleraesuis

B

S.typhimurium

D

S.enteritis

Sumber ; mikrobiologi kedokteran

Salmonella sp. Berkembangbiak dengan baik pada suhu di atas 240C, terhambat perkembangannya pada suhu 100C, dan tidak berkembang sama sekali pada suhu di bawah 50C. (Subronto, 2003).

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh S. typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).

DISTRIBUSI PENYAKIT

Tersebar di seluruh dunia; lebih banyak dilaporkan di Amerika Utara dan Eropa karena sistem pelaporannya baik. Salmonellosis dikategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) oleh karena makanan yang terkontaminasi, terutama kontaminasi oleh binatang, merupakan cara penularan yang utama. Hanya sebagian kecil saja dari kasus-kasus ini yang diketahui secara klinis dan di negara-negara industri hanya sekitar 1% kasus yang dilaporkan. Incidence rate tertinggi pada bayi dan anak kecil. Secara epidemiologis, gastroenteritis Salmonella bisa terjadi berupa KLB kecil di lingkungan masyarakat umum. Sekitar 60-80% dari semua kasus muncul secara sporadis; namun KLB besar di rumah sakit, institusi anak-anak, restoran dan tempat penitipan anak-anak atau orang tua jarang terjadi dan biasanya muncul karena makanan yang terkontaminasi, atau yang lebih jarang terjadi, adalah pencemaran yang terjadi karena makanan diolah orang yang menjadi carrier, penularan dari orang ke orang dapat terjadi. Diperkirakan bahwa sekitar 5 juta kasus salmonellosis terjadi setiap tahun di AS. KLB yang pernah terjadi di AS menyebabkan 25.000 orang jatuh sakit disebabkan oleh suplai air minum perkotaan yang tidak diklorinasi; wabah tunggal etrbesar yang pernah terjadi disebabkan oleh susu yang tidak dipasteurisasi menyebabkan 285.000 orang jatuh sakit. (Anonim, 2005)

Distribusi di Eropa

Distribusi di Oceania

Distribusi di Amerika

Di luar negeri salmonellosis banyak dilaporkan di Amerika Utara dan Eropa. Di Amerika ada beberapa kejadian, yaitu di Amerika Serikat tahun 1991 (S. Typhimurium, S. Enteritidis, dan S. Newport pada manusia) dan tahun 2001 (S. Enteritidis, S. Heidelberg, S. Kentucky, S. Typhimurium, dan S. Senftenberg pada ayam), Kanada tahun 2000 (S. Typhimurium, S. Enteritidis, dan S. Heidelberg pada manusia), Amerika Selatan tahun 2001 (S. enteritidis pada manusia dan hewan). Di Eropa juga terjadi di Inggris tahun 1990 (S. enteridis pada telur ayam mentah), Belanda tahun 1990 (S. enteritidis pada puding yang terbuat dari telur ayam), Uni Eropa tahun 2004 karena kontaminasi makanan. Di Singapore tahun 1995 ditemukan telur ayam mentah yang mengandung S. enteritidis yang berasal dari Indonesia (http://www.safe-poultry.com)

KEJADIAN SALMONELLOSIS

KEJADIAN DI INDONESIA

Salah satu penyakit yang cukup menimbulkan masalah serius di Indonesia adalah penyakit tifoid yang merupakan penyakit infeksi yang juga menjadi masalah serius di dunia. Di Indonesia penyakit ini adalah suatu penyakit endemis dengan angka kejadian termasuk yang tertinggi ,yaitu antara 358-810/100.00 penduduk/tahun. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi (http://www.pppl.depkes.go.id)

Angka kematian demam tifoid di beberapa daerah adalah 2-5% pasien menjadi karier asimtomatik, sehingga merupakan sumber infeksi baru bagi masyarakat sekitarnya. Kecenderungan meningkatnya angka kejadian demam tifoid di Indonesia terjadi karena banyak faktor, antara lain urbanisasi, sanitasi yang buruk, karier yang tidak terdeteksi, dan keterlambatan diagnosis. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis penyakit demam tifoid antara lain disebabkan oleh masa tunas penyakit yang dapat berlangsung 10-14 hari (bahkan dapat lebih panjang sampai 30 hari) (www.pppl.depkes.go.id).

KEJADIAN DI LUAR NEGERI

Salmonellosis dikategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi (foodborne disease), terutama kontaminasi oleh binatang, merupakan cara penularan yang utama. Hanya sebagian kecil saja dari kasus-kasus ini yang diketahui secara klinis dan di negara-negara industri hanya sekitar 1% kasus yang dilaporkan. Incidence rate tertinggi pada bayi dan anak kecil (http://www.pppl.depkes.go.id).

Diperkirakan setiap tahunnya di Amerika Serikat muncul 76 juta kasus penyakit bawaan makanan. Sebagian besar dari kasus ini adalah kasus ringan dimana gejala hanya muncul selama satu hingga dua hari. Kasus-kasus lainnya lebih serius, per tahunnya CDC (Center of Disease Control) membukukan 325.000 perawatan di rumah sakit dan 5.000 kematian. Kasus-kasus terberat umumnya muncul pada rentang usia lanjut dan usia sangat muda, pada penderita yang sudah memiliki penyakit yang menyebabkan turunnya sistem imun tubuh, dan pada orang sehat yang terkontaminasi organisme dengan jumlah yang sangat besar (http://www.fightbac.org/main.cfm)

Di Singapore juga pernah dilaporkan kejadian salmonellosis pada tahun 1995. Pada saat itu dilakukan razia produk telur ayam yang berasal dari Indonesia dan setelah diteliti ternyata telur tersebut tercemar bakteri S. enteritidis (http://www.fightbac.org/main.cfm)

Distribusi kejadian salmonellosis tersebar di seluruh dunia baik pada hewan ataupun manusia. Adapun kejadian salmonellosis pada hewan dan manusia adalah sebagai berikut:

a. Hewan

Macam-macam hewan yang peka terhadap infeksi bakteri Salmonella sp. adalah sebagai berikut:

· Unggas

Ayam : S. gallinarum dan S. pullorum

Burung : S. enteritidis

· Hewan Ternak

Sapi : S. dublin

Domba dan Kambing :S. typhimurium, S. bovis morbicans, S. derby, dan S. havana

Kuda : S. typhimurium, S. bovis-morbificans dan S. Newport

Babi : S. Cholerasuis

(Subronto, 2003).

· Hewan Liar

Pernah dilaporkan bahwa satwa liar juga bisa menularkan salmonellosis seperti primata, iguana, ular, dan burung.(Anonim, 2008)

b. Manusia

Dalam zoonosis, kasus salmonellosis yang menyerang manusia adalah bakteri salmonella yang berasal dari hewan sehingga Salmonella typhi yang hospes alami adalah manusia tidak dibahas sepenuhnya dalam kasus ini. Kejadian zoonosis Salmonellosis pada manusia yang disebabkan penularan dari hewan yaitu dari Salmonella cholerasuis dan Salmonella enteritidis (serotype spesifik dan non spesifik) (Soeharsono, 2002).

PATOGENESIS

Setelah berhasil memasuki tubuh penderita kuman akan memperbanyak diri di dalam usus. Dalam waktu yang relatif singkat infeksi tersebut akan menyebabkan septisemia (sepsis), yang dalam waktu pendek akan dapat menyebabkan kematian penderita. Apabila yang terjadi cuma bakterimia, mungkin kuman-kuman hanya akan menyebabkan radang usus akut. Pada yang sifatnya kronik, kuman dapat diisolasi dari kelenjar-kelenjar limfe di sekitar usus, hati, limpa, dan kantong empedu. Kuman kadang-kadang dibebaskan dari tubuh melalui tinja atau air susu. Pada infeksi yang bersifat laten, kuman akan berkembang biak di dalam tubuh bila keadaan umumnya menurun. Penurunan kondisi tubuh mungkin disebabkan karena stres pengangkutan atau oleh gangguan faali yang lain (Subronto, 2003).

S. typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Setelah mencapai usus, S. typhi menembus ileum dan ditangkap oleh sel mononuklear (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/ akismet/akismet.gif). Di dalam ileum terjadi kolonisasi bakteri dan terjadi invasi mukosa akibat adanya bakteri Salmonella spp. Di intestinum Salmonella spp. mengeluarkan sitotoksin dan enterotoksin sehingga akan menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan sehingga terjadi peradangan akut. Terkadang muncul adanya ulcerasi, sintesis prostaglandin, enterotoksin, dan sitokine yang mengaktivasi adenil siklase. Aktivasi ini menyebabkan peningkatan cAMP sehingga epitel intestinum memproduksi cairan di dalam lumen usus (baik besar maupun kecil) yang mengakibatkan diare. Kejadian Salmonellosis tinggi pada hewan muda. Hal ini disebabkan karena tingginya pH lambung pada hewan muda, tidak adanya flora dalam usus (flora intestinal) yang stabil, dan rendahnya kekebalan (http://www.gsbs.utmb.edu microbook.htm).

Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal (patch of payer) akibatnya terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang, dll (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet. gif).

Respon imun humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Respon imun humoral sistemik, di usus diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Respon imun seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/ akismet.gif).

GEJALA KLINIS

Hewan

· Ayam

Pada ayam, S. pullorum dapat menimbulkan kerugian besar karena cepat menyebar dan menimbulkan kematian tinggi, terutama pada anak ayam. Penularan terjadi dari induk ayam ke telur lewat ovarium (penularan vertikal). Anak ayam yang tidak tertular lewat telur dapat tertular secara kontak dengan cangkang telur, lewat inhalasi, atau lewat mulut. Anak ayam yang tertular terlihat septikemik, kotor, dan mengantuk. Anak ayam yang sembuh akan tetap membawa agen penyakit dan mengakibatkan penurunan fertilitas, produksi serta daya tetas telur.

· Burung dan Bebek

Pada burung, S. enteritidis dapat bersifat fatal pada burung, seperti ditemukan oleh BPPH Wilayah VI Denpasar di suatu taman burung di Bali tahun 2000. S. enteritidis juga sering mencemari telur unggas, sehingga banyak negara mensyaratkan telur konsumsi harus berasal dari peternakan bebas S. Enteritidis. Salmonelosis bebek ( S.typhi dan S. anatum) biasanya menyebabkan bebek – bebek tersebut lambat mati. Korban kurus, kering, gemetar dan sesak nafas. Didalam hati bebek terlihat sarang – sarang nekrosa. Disamping itu juga terlihat enteritis dan nefritis.

· Sapi

Pada sapi, Salmonellosis dapat terjadi pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak sapi yang diberi susu lewat tangan pengasuh. Anak sapi tertular mengalami gastroenteritis atau septicemia. Pada induk sapi, infeksi S. dublin sering menimbulkan keguguran, distokia, dan retensi plasenta. Pada anak sapi, infeksi S. dublin dapat menimbulkan poliartritis, gangrene pada daun telinga dan ekor. Penularan dapat terjadi lewat susu, makanan penguat (bone meal). Anak sapi tertular terlihat depresi, lemah, kehilangan berat badan, demam, tinja encer dan berbau anyir, kadang-kadang tinja bercampur dengan darah. S. dublin diekskresikan pula dalam air liur, sehingga anak sapi yang diberikan susu secara bersama dalam ember (bucket feeding) dapat tertular dalam jumlah banyak. Saliva juga merupakan bahan penular utama pada peternak atau anak-anak.

Salmonelosis pedet bentuk septisemia perakut ditandai dengan kelemahan umum yang terjadi secara mendadak, kenaikan suhu tubuh yang mencolok (40 – 410C), kemudian diikuti dengan koma. Kematian biasanya terjadi dalam waktu 24 – 48 jam.

· Kuda

Kuda umur peka terhadap salmonellosis. Faktor predisposisi terjadinya penyakit antara lain: kelelahan akibat transportasi jarak jauh, digunakan dalam pacuan, dan cacingan. Gejala klinik yang ditemukan berupa diare hebat dan kondisi badan menurun drastis. Anak kuda dapat mengalami arthritis dan abses visera.

Kolik pada kuda akibat salmonella

· Babi

Pada babi gejala, yang paling sering adalah gastroenteritis oleh S. cholerasuis.

(Subronto, 2003).

Manusia

Salmonellosis pada hakekatnya dalah penyakit gastrointestinal yang muncul dalam waktu singkat. Masa inkubasi bervariasi antara 6 – 72 jam, namun umumnya dari 12 – 36 jam. Gejala klinik yang sering ditemukan adalah gangguan pencernakan mulai dari rasa mual, diare, nyeri lambung, dan muntah. Dapat pula ditemukan nyeri kepala, keringat dingin, dan pada keadaan yang lebih parah kekakuan otot serta kehilangan kesadaran sesaat (syncope). Terkadang ditemukan kenaikan suhu menjadi 37,1° C –38,5° C, tetapi ada pula yang tidak disertai demam. Jarang ditemukan darah atau lendir pada tinja. Perbaikan kondisi umumnya cepat terjadi, diikuti kesembuhan dalam waktu 6-8 hari. Gejala paling serius adalah dehidrasi. Pada anak, dehidrasi dapat menimbulkan kematian apabila tidak segera diobati. (Subronto, 2003).

DIAGNOSIS

Diangnosis ditegakkan dengan isolasi dan identifikasi bakteri penyebab. Isolasi bakteri penyebab dilakukan dengan pengambilan spesimen berupa tinja (pada gejala gastroenteritis), darah (pada bentuk septikemik), dan eksudat purulen dari lesi yang bersifat terbatas.

(Subronto, 2003)

Diagnosa dapat dilakukan dengan melihat gejala – gejala klinis pada hewan atau manusia yang terinfeksi. Untuk mendukung diagnosis dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri penyebab penyakit salmonellosis. Isolasi bakteri penyebab dilakukan dengan pengambilan spesimen berupa feses (pada gejala gastroenteritis), darah (pada bentuk septikemik), dan eksudat purulen dari lesi yang bersifat terbatas (Subronto, 2003).

Uji laboratorium dapat juga dilakukan untuk mendukung diagnosis, misalnya Differensial leukosit, ELISA, PCR (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).

Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan menghubungkan gejala klinik yang sesuai dengan demam tifoid dan adanya titer antibodi yang meningkat dalam darah terhadap antigen O dan/atau antigen H S. typhi, uji ini biasa disebut dengan uji Widal (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).

Diagnosa Banding

1. Influenza 5. Malaria

2. Bronchitis 6. Sepsis

3. Broncho Pneumonia 7. Tuberculosa - Lymphoma

4. Gastroenteritis 8. Leukemia

(http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif)

SUMBER DAN CARA PENULARAN

CARA – CARA PENULARAN

Cara penularan penyakit ini dapat berupa kontak langsung dengan hewan sakit atau carrier, via vektor mekanik, dan makanan yang tercemar bakteri Salmonella spp. Makanan yang telah dimasak dapat tercemar bakteri Salmonella spp. lewat sisa-sisa bahan makanan mentah yang masih menempel pada peralatan dapur seperti pisau, telenan, dll. Tikus, lalat, kecoa, dan serangga lain juga merupakan penular potensial bagi manusia dan ternak. Letupan salmonellosis dapat terjadi berupa keracunan makanan lewat produk restoran atau jasa catering (www.pppl.depkes.go.id).

Bakteri salmonella dapat berkembang biak pada berbagai jenis makanan, terutama susu, sampai mencapai jumlah yang infektif suhu yang tidak tepat selama pengolahan dan kontaminasi silang yang terjadi selama makanan tersebut sampai kepada konsumen adalah faktor risiko yang paling penting. Kejadian luar biasa ini biasanya dimulai dari makanan yang terkontaminasi dan menular dari orang ke orang melalui tangan yang tercemar dari orang yang mengolah makan atau melalui melalui alat yang digunakan. Kontaminasi suplai air minum publik yang tidak diklorinasi dan yang tercemar oleh feses dapat menyebabkan kejadian luar biasa ekstensif. Beberapa tahun terakhir kejadian yang terjadi yang meluas ke wilayah geografis tertentu diketahui karena mengkonsumsi tomat atau melon dari supplier tunggal (www.pppl.depkes.go.id).

Penularan rute fekal-oral dari orang ke orang menjadi sangat penting, terutama pada saat orang tersebut terkena diare. Feses dari anak dan orang dewasa yang menderita diare mempunyai risiko penularan yang lebih besar daripada penularan oleh carrier yang asimtomatik. Dari beberapa serotipe, hanya beberapa jenis organisme yang tertelan yang dapat menyebabkan infeksi karena adanya penahan dari asam lambung, biasanya untuk terjadi infeksi dibutuhkan jumlah organisme > 102-3 (www.pppl.depkes.go.id).

Sumber penularan kepada manusia adalah hampir semua jenis ternak (sapi, babi, kerbau, kambing, domba dan lain-lain), ayam, burung, hewan liar dan hewan kesayangan. Berdasarkan urutan potensial penularan, babi dan ayam merupakan penular yang utama pada manusia. Air dan produk asal hewan seperti daging, telur dan susu dapat tercemar Salmonella sp. Sehingga merupakan sumber penular bagi manusia.

Penularan pada hewan ataupun pada manusia terjadi per-os melalui bahan-bahan tertular oleh tinja hewan ataupun manusia. Makanan, termasuk daging dan hasil olahan daging, telur, ikan, susu, produk dari susu dan sayuran yang tercemar tinja dapat pula tercemar oleh bakteri ini.

Makanan yang telah dimasak dapat tercemar bakteri Salmonella sp. Lewat sisa-sisa bahan makanan mentah yang masih menempel pada peralatan dapur seperti pisau, talenan, dll. Tikus, lalat, kecoa da serangga lain juga merupakan penular yang potensial bagi manusia dan ternak. Letupan salmonellosis dapat terjadi berupa keracunan makanan lewat produk restoran atau jasa katering. (Subronto, 2003).

Cara-cara pemberantasan

A. Upaya pencegahan

1) Lakukan penyuluhan kepada pengolah makanan tentang pentingnya:

a) mencuci tangan sebelum, selama dan sesudah mengolah makanan.

b) mendinginkan makanan yang sudah diolah didalam wadah kecil.

c) Memasak dengan sempurna semua bahan makanan yang berasal dari binatang, terutama unggas, babi, produk telur dan produk daging.

d) Hindari rekontaminasi didalam dapur sesudah memasak.

e) Menjaga kebersihan di dapur dan melindungi makanan dari kontaminasi tikus dan insektisida.

2) Lakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk menghindari mengkonsumsi telur mentah atau setengah matang, seperti telur yang dimasak “over easy” atau “sunny side”, minuman eggnog atau es krim buatan sendiri dan menggunakan telur yang kotor atau retak.

3) Orang yang menderita diare sebaiknya tidak mengolah atau menjamah makanan dan tidak boleh merawat penderita di rumah sakit atau rumah penitipan baik untuk penitipan anak maupun orang tua.

4) Sampaikan kepada mereka yang menjadi carrier, akan pentingnya mencuci tangan yang benar sesudah buang air besar (dan sebelum menjamah makanan) dan sebaiknya mereka yang tidak mengolah dan menjamah makanan selama mereka menjadi carrier.

5) Perlu diketahui oleh semua anggota keluarga tentang risiko infeksi Salmonella pada binatang peliharaan. Ayam, bebek dan kura-kura adalah binatang peliharaan yang berbahaya untuk anak kecil.

6) Sediakan fasilitas radiasi dan Anjurkan masyarakat untuk menggunakan daging dan telur yang sudah diradiasi.

7) Lakukan inspeksi dan supervisi yang ketat terhadap tempat-tempat pemotongan hewan, pabrik pengolahan makanan, tempat pengolahan susu, tempat pensortiran telur dan toko daging.

8) Buat rencana program pemberantasan Salmonella (pengawasan makanan, kebersihan dan disinfeksi, pemberantasan vektor dan upaya sanitasi lain).

Pakan ternak yang berasal dari binatang (daging,, tulang ikan, makanan binatang peliharaan) sebaiknya dimasak atau dipanaskan dengan benar (termasuk pasterurisasi dan iradiasi). Untuk Menghilangkan patogen; Hindari rekontaminasi.

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar

1) Laporan kepada petugas kesehatan setempat: Kasus wajib dilaporkan, Kelas 2B (lihat tentang pelaporan penyakit menular).

2) Isolasi: Untuk penderita yang dirawat di rumah sakit, lakukan tindakan kewaspadaan enterik dalam penanganan tinja dan baju serta alas tempat tidur yang terkontaminasi. Orang yang terinfeksi dan menunjukkan gejala dilarang untuk mengolah dan menjamah makanan dan dilarang merawat langsung orang tua, anak-anak, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah atau penderita yang dirawat di rumah sakit. Larangan ini berlaku juga bagi orang yang terinfeksi tanpa gejala dimana kebiasaan kebersihan perorangannya diragukan, hal ini mungkin juga perlu diatur dalam peraturan daerah setempat.

Jika peraturan larangan ini ada, maka syarat orang tersebut untuk boleh kembali bekerja adalah kultur tinja untuk Salmonella setidaknya 2 kali berturut-turut hasilnya negatif dimana tinja ini masing-masing dikumpulkan dalam waktu tidak kurang dari 24 jam; apabila telah diberikan antibiotika maka kultur pertama sebaiknya dilakukan paling cepat 48 jam sesudah pemberian obat terakhir. Kebiasaan mencuci tangan dengan baik harus ditekankan.

3) Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap tinja dan barang-barang lain yang terkontaminasi. Pada kelompok masyakat dengan sistem pembuangan kotoran yang modern dan baik, tinja dapat dibuang langsung ke saluran pembuangan tanpa disinfeksi awal. Pembersihan menyeluruh.

4) Karantina: Tidak dilakukan.

5) Imunisasi kontak: Tidak ada imunisasi yang tersedia.

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Lakukan kultur tinja bagi semua kontak yang ada di rumah yang pekerjaannya mengolah makanan, merawat orang sakit, merawat anak-anak dan merawat orang tua di panti-panti asuhan.

7) Pengobatan spesifik: Untuk penderita enterokolitis tanpa komplikasi tidak ada pengobatan spesifik kecuali tindakan rehidrasi dan Penggantian elektrolit dengan larutan rehidrasi oral (lihat Kolera, 9B7). Pemberian antibiotika mungkin tidak Menghilangkan status carrier dan malah bisa menyebabkan terjadinya strain yang resisten atau infeksi akan menjadi lebih parah. Namun terhadap bayi dibawah usia 2 bulan, orang tua, orang debil, orang dengan penyakit sickle-sel, orang yang terinfeksi HIV, atau penderita dengan demam tinggi yang terus-menerus atau orang yang dengan manifestasi infeksi ekstra intestinal sebaiknya diberi terapi antibiotika. Tingkat resistensi antimikroba dari salmonella non Tifoid biasanya bervariasi, pada orang dewasa, siprofloksasin sangat efektif tetapi obat ini tidak digunakan pada anak-anak; ampisilin atau amoksisilin juga bisa digunakan. TMP-SMX dan kloramfenikol merupakan alternative antimikroba bagi strain yang resisten. Penderita yang terinfeksi HIV bisa membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk mencegah septicemia karena Salmonella.

C. Upaya penanggulangan wabah: Lihat penyakit yang ditularkan melalui makanan, intoksikasi makanan karena Stafilokokus, 9 C1 dan 9C2. Cari tempat dimana terjadinya kesalahan dalam pengolahan makanan, seperti penggunaan bahan makanan mentah yang terkontaminasi, makanan dimasak kurang sempurna, suhu yang kurang tinggi dan terjadinya kontaminasi silang. Di AS, KLB S. enteritidis yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung telur, dilakukan pelacakan ulang asal telur dan disarankan untuk melaporkannya ke Departemen Pertanian.

D. Implikasi bencana: KLB bisa terjadi di tempat penampungan pengungsi atau pada institusi dengan higiene dan sanitasi yang buruk dimana pemberian makanan dilakukan secara massal.

E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO.

(Anonim,2005)

Berdasarkan sumber dari internet dengan alamat Error! Hyperlink reference not valid. ada 10 langkah pencegahan dan pengendalian Salmonellosis, yaitu sebagai berikut :

1.Memelihara ternak pada tempat yang tertutup

2.Menjaga hewan agar tetap dalam kelompok yang kecil

3.Belilah ternak pengganti dari peternakan yang sama

4.Hindari percampuran hewan-hewan dari berbagai sumber yang berbeda

5.Sterilisasi bahan makanan hewan

6.Sediakan air minum untuk ternak

7.Mencegah adanya burung liar dan hewan pengerat di kandang hewan

8.Keluarkan semua hewan dan bersihkan dan desinfeksi kandang

9.Monitor perkembangbiakan unggas dan bersihkan kotorannya

10.Desinfeksi telur yang akan ditetaskan dan dipanasi dengan incubator

PENGOBATAN

Tujuan pengobatan yang utama adalah mengembalikan kehilangan cairan tubuh akibat diare. Antibiotika kurang memberikan efek yang bagus, meskipun pada umumnya diberikan pada penderita salmonellosis. Ampicillin dan amoxillin merupakan antibiotika yang sering diberikan. Clorampenicol digunakan apabila kondisi pasien sangat mengkhawatirkan, meskipun dapat menimbulkan reaksi samping yang cukup serius.(Subronto,2003)
Pengobatan dengan antibiotik dan sulfonamid segera setelah terjadi diare dan demam akan mengurangi kematian tetapi merupakan kontraindikasi bagi carier yang sehat dimana pengobatan ini akan memperpanjang lamanya carier. (Anonim, 2008)

Antibotik yang digunakan dalam pengobatan salmonellosis adalah kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3 – 4 kali pemberian dan diberikan secara oral atau intravena, selama 14 hari. Jika terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3–4 kali pemberian yang diberikan secara intravena selama 21 hari atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3–4 kali pemberian yang diberikan secara oral/intravena selama 21 hari. Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2 – 3 kali pemberian yang diberikan secara oral selama 14 hari (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari diberikan sekali sehari secara intravena selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).

Tahun 1972 dilaporkan di Mexico bakteri S. typhi telah resisten terhadap antibiotik kloramfenikol. Di Amerika Serikat, India, Thailand, dan Vietnam dilaporkan juga bahwa beberapa strain bakteri salmonella sudah resisten terhadap kloramfenikol (http://www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/Salmonella.html).


VAKSINASI
Terdapat vaksin untuk S. dublin dan S. typhimurium pada anak sapi. Sediaan vaksin hidup dari strain kasar S. dublin memberikan perlindungan yang baik bagi anak sapi untuk melawan S. dublin dan S. typhimurium. (Anonim,2008)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus,2005. Salmonellosis, Paratyphoid, Non-typhoidal Salmonellosis. Institute for International Cooperation in Animal Biologics .An OIE Collaborating Center. Iowa State University. College of Veterinary Medicine

ERSKINE V. MORSE, DVM, PhD, MARGO A. DUNCAN, DAVID A. ESTEP, MS, WENDELL A. RIGGS, MD, AND BILLIE 0. BLACKBURN, DVM. 1976, Canine Salmonellosis: A Review and Report of Dog to Child Transmission of Salmonella enteritidis. The Caraka Samhita (Ayurvedic medicine) Shree Gulabkunverba Ayurvedil Society Jamnagar, India.

Giovanni M. Giammanco,1* Sarina Pignato,2 Caterina Mammina,1 Francine Grimont,3 Patrick A. D. Grimont,3 Antonino Nastasi,4 and Giuseppe Giammanco2.2002. Persistent Endemicity of Salmonella bongori 48:z35:_ in Southern Italy: Molecular Characterization of Human, Animal, and Environmental Isolates. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY, Sept. 2002, p. 3502–3505

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soeharsono. 2002. Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

http://komunitas-dokterhewan.blogspot.com/2008_03_01_archive.html

http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/kamus_detail_klik.asp?abjad=S&id=2005111810220104830722&count=16&page=1

http://www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/Salmonella.html

http://www.fightbac.org/main.cfm

http://www.gsbs.utmb.edu microbook.htm

http://komunitas-dokterhewan.blogspot.com

http://www.medscape.com

http://www.pppl.depkes.go.id

http://www.profauna.or.id/Indo/penyakit-menular-dari-satwa-liar.htm http://www.safe-poultry.com

http://www. unbc.ca

http://www.washingtonpost.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella

http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif

5 komentar:

  1. I think this is one of the most vital information
    for me. And i'm glad reading your article. But should remark on few general things, The website style is wonderful, the articles is really excellent : D. Good job, cheers

    Also visit my page - mit

    BalasHapus
  2. Mau tanya salmonella pada hewan rusa , pertumbuhannya itu per hari apa gimana ? Mohon dijelaskan, terimakasih

    BalasHapus
  3. Anda menang... Anda diberikan lagi bonus 100%..
    Deposit pertama (*Bonus 10%)

    Jangan lewatkan promo paling menguntungkan di situs Agen Judi Online Bolavita !

    Promo ini telah di rilis oleh Agen Bolavita sejak bulan November 2019. Promo ini menjadi promo dengan bonus terbesar yang ada dalam sejarah judi online indonesia.

    Menyediakan permainan judi online yang sangat lengkap ! serta menyedediakan berbagai transaksi yang lengkap seperti Ovo, Gopay, Linkaja, Dana, Pulsa dan Semua Jenis rekening Yang ada di Indonesia.

    Jenis Permainan :
    S128
    SV388
    SBOBET
    CBET
    NOVA88
    368BET
    GD88
    VIVOSLOT
    JOKER123
    PLAY1628

    Jangan sungkan menghubungi kontak cs kami dibawah ini :

    » Nomor WhatsApp : +62812-2222-995
    » ID Telegram : @bolavitacc
    » ID Wechat : Bolavita
    » ID Line : cs_bolavita

    BalasHapus
  4. Tadarise 60 mg use for men who experience the ill effects of erectile dysfunction and when its utilization is permitted practically every man accomplishes erection quality and in this way appreciate better sex. It might work as long as 36 hours; it is any longer than different items. With delayed openness to Tadarise turned into the most recommended drug for the treatment of erectile dysfunction.

    BalasHapus