Kamis, 13 Januari 2011

Gastroenteritis

Radang usus bisa bersifat akut atau kronis yang akan menyebabkan peningkatan peristaltik usus, kenaikan jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan proses penyerapan cairan maupun penyerapan sari-sari makanan didalamnya. Radang usus primer maupun sekunder ditandai dengan menurunnya nafsu makan, menurunnya kondisi tubuh, dehidrasi dan diare. Perasaan sakit karena adanya radang usus bersifat bervariasi, tergantung pada jenis hewan yang menderita serta derajat radang yang dideritanya (Subronto, 1995).

Gastroenteritis
Gastroenteritis merupakan radang usus yang perakut dengan karakteristik diare berdarah secara tiba-tiba secara seringkali, muntah dan hipovolemi dengan penurunan jumlah air dan elektrolit secara dramastis masuk ke lumen usus.
Radang ini dicirikan dengan kehilangan perakut gerakan mukosal intestinal dengan perpindahan secara cepat dari darah, cairan dan elektrolit ke lumen usus. Dehidrasi dan shock hipovolemik terjadi secara cepat. Translokasi dari bakteri atau toksion bakteri akan menyebabkan kerusakan mucosa intestinum dan mengakibatkan shock septic atau shock endotoksik.

Etiologi
Penyebab pasti gastroenteritis belum diketahui. Pada kultur dengan dugaan gastroenteritis pada biakan murni, dijumpai Clostridium perfringens tapi secara pasti belum diketahui.

Gejala-gejala
Rasa sakit ditandai dengan kegelisahan. Secara umum penyakit biasanya perakut dan berhubungan dengan shock hipovolemik, kebanyakan hewan terinfeksi tampak sehat tanpa perubahan tingkah laku. Gejala yang terjadi biasanya dimulai dengan muntah secara tiba-tiba, anoreksi, depresi yang kemudian diikuti dengan diare berdarah. Diare merupakan gejala yang selalu dijumpai dalam radang usus. Tinja yang cair dengan bau yang tajam mungkin bercampur dengan darah, lendir atau reruntuhan jaringan usus. Pada radang yang berlangsung kronik, terjadi kekurusan dan tinja jarang yang bersifat cair, berisi darah, lendir atau reruntuhan jaringan yang jumlahnya mencolok. Kurangnya cairan didalam usus akan dijumpai radang usus yang disertai dengan konstipasi, dan tinja bersifat kering. Radang usus akut selalu disertai dengan oligo uria atau anuria, dan disertai dengan menurunnya nafsu makan, anoreksia total maupun parsial. Pada radang kronik biasanya nafsu makan tidak mengalami perubahan (Subronto, 1995). Gejala biasanya berlangsung secara cepat dan menjadi berbahaya dengan periode 8-12 jam dan menimbulkan shock hipovolemik dan hemokonsentrasi eritrosit.
Akibat kehilangan cairan yang berlebihan, penderita akan mengalami penurunan berat badan dalam waktu singkat dengan tanda dehidrasi yang mencolok. Dehidrasi yang mencapai lebih dari 10% dapat mengancam kehidupan penderita dalam waktu 1-2 hari dan dapat mengakibatkan kematian karena shock.
Pasien biasanya mengalami depresi dan lemah dan CRT > 2 detik dan tekanan pulsus lemah (bradikardi). Turgor kulit turun yang merefleksikan dehidrasi, palpasi abdomen nyeri dan pembesaran bowel dapat di deteksi. Eksplorasi rectal dapat dijumpai tinja yang berdarah., kadang-kadang demam tapi sering kali suhu tubuh normal atau bahkan subnormal.

Pemeriksaan patologi anatomis
Pemeriksaan tinja sangat penting dilakukan untuk menentukan penyebab radang usus dan diare. Perlu diketahui bahwa isolasi virus, kuman, atau parasit, belum pasti meyakinkan bahwa agen-agen tersebut merupakan penyebab primer radang usus.
Pemeriksaan darah penderita enteritis akut biasaya menunjukkan adanya hemokonsentrasi karena dehidrasi. Perubahan atas jaringan tubuh lainnya tidak ditemukan kecuali tanda adanya dehidrasi dan terganggunya peredaran darah.

Diagnosa
Diagnosa tentatif diambil bila tidak ditemukan penyakit tersifat penyebab diare. Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk menentukan penyebab radang usus.

Terapi
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebab primernya, perlu dipertimbangkan pemberian protektiva, adstrigensia. Rasa sakit yang terus menerus dapat dikurangi dengan pemberian analgesika, atau tranquilizer. Pemberian cairan faali maupun elektolit mutlak diberikan untuk mengganti cairan yang hilang. Pemberian antibiotik dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar