Jumat, 21 Mei 2010

GANGGUAN PERIPARTURIEN PADA ANJING BETINA

PERAWATAN ANJING POSTPARTUS

Deteksi dini terhadap gangguan periparturien sangat penting, yang dapat menyelamatkan hidup anjing betina dan anaknya. Gangguan periparturien termasuk jenis penyakit yang beraneka ragam, mulai dari penyakit yang sembuh tanpa pengobatan medis atau pembedahan bagi anjing yang terancam hidupnya hingga penyakit yang membutuhkan pengobatan intensif untuk memastikan hasil yang positif bagi anjing betina dan anaknya. Gangguan periparturien dapat terjadi sebelum kelahiran (misalnya : hipokalsemia) atau sampai beberapa minggu setelah kelahiran (misalnya : subinvolusi daerah plasenta). Periode peripartus meluas mulai dari kebuntingan akhir hingga beberapa minggu setelah parturisi. Periode postpartus mengacu pada periode setelah parturisi dan termasuk juga periode laktasi dan penyapihan (lihat bab 8).

Kadangkala, pemilik meminta pemberian oxytocin atau suntikan “pembersih” pada anjing yang postpartus. Oxytocin tidak perlu diberikan secara rutin apabila induk dibiarkan menyusui anak-anaknya yang baru lahir, menyusui anak-anak anjing yang baru saja lahir akan meinduksi pelepasan oxytocin dari kelenjar pituitaria posterior. Hal itu mungkin diperlukan untuk melepaskan oxytocin agar merangsang involusi uterus jika anak anjing lahir mati atau diambil dari induk saat lahir.

Induk dapat diberi makan segera setelah parturisi selesai. Seiring perkembangan laktasi, normalnya anjing betina dapat mengkonsumsi dua hingga tiga kali asupan pakan untuk memberikan energi pada produksi susu yang terus menerus. Bahkan dengan konsumsi pakan tambahan tersebut, anjing betina harus dievaluasi secara cermat terhadap hilangnya berat badan yang berlebihan. Pada kebanyakan kasus, anjing betina yang sedang laktasi harus diberi pakan ad libidum atau paling tidak tiga hingga empat pakan setiap hari.

Suhu rektum harus diperiksa setiap hari selama 1-2 minggu setelah paturisi. Suhu yang melebihi 103, 50F dapat mengindikasikan adanya mastitis, metritis atau hipokalsemia. Kelenjar mamae dan leleran vulva harus diperiksa setiap hari untuk membuktikan adanya leleran purulen atau bau. Pemilik harus memperhatikan terhadap kemunculan normal dari susu dan lokhia pada anjing post partus. Susu bisa berwarna kekuningan atau putih pada saat beranak (lihat dibawah). Apabila pemilik diperingatkan agar memperhatikan susu dari tiap kelenjar untuk inspeksi visual, mereka harus mengikuti prinsip higiene dengan ketat sehingga tidak menyalurkan agen-agen infeksi kedalam orificium puting. Lokhia normal akan keluar dari uterus, yang melewati vulva, selama lebih dari 3 minggu postpartus.

Penyapihan anak anjing harus dilakukan secara bertahap. Anak anjing dapat mulai diberikan beberapa pakan lunak saat umur 3 minggu. Setelah 5-7 minggu postpartus, anak anjing dapat disapih sepenuhnya dari induk. Pemilik harus didorong untuk menyapih anak anjing secara bertahap, keradangan kelenjar mamae dan kegelisahan pada anjing betina dapat terjadi karena penyapihan yang dilaksanakan tiba-tiba.

Metritis

Metritis merupakan keradangan endometrium dan myometrium (tidak seperti endometritis, yang hanya merupakan keradangan pada endometrium atau membrana mukosa uterus bagian dalam).1 Metritis puerpueral akut, suatu penyakit pada periode pertengahan postpartus (yaitu, 0 hingga 7 hari pasca melahirkan), merupakan keradangan akut endometrium dan myometrium yang menyebabkan penyakit sistemik pada anjing betina. Metritis puerperal akut dapat terjadi karena retensi plasenta, anak anjing yang tertahan didalam, anak anjing yang maserasi atau membusuk yang akhirnya dilahirkan lewat vagina, atau kelahiran yang diperpanjang. Meskipun biasanya bakteri tidak terdapat pada uterus anjing betina dewasa, 2 namun bakteri telah memiliki akses terhadap uterus pada waktu parturisi ketika servix berdilatasi. Bakteri dapat berkembang pesat pada jaringan yang tertinggal atau mati, yang menyebabkan keradangan endometrium dan myometrium. Jika kondisi tersebut tidak terobati , maka dapat diikuti septikemia atau toxemia.

Anjing yang menderita metritis menjadi depresi, memiliki suhu rektal yang tinggi (103,5 0 – 105 0 F), dan menunjukkan perhatian yang kurang terhadap anaknya. Leleran uterus coklat kemerahan,busuk dan dapat diamati keluar dari vulva. Sementara lokhia normal akan keluar selama 3 minggu setelah parturisi, lokhia tersebut tidak berbau dan berwarna hitam kehijauan, dan tidak berhubungan dengan gejala penyakit sistemik.

Evaluasi sitologik terhadap sampel leleran uterus yang diperoleh ketika melewati vulva, dapat membantu diagnosa metritis akut pada anjing yang postpartus. Neutrofil seringkali terdapat pada leleran uterus anjing betina yang mengalami metritis akut, tetapi bisa tidak teridentifikasi karena perubahan degeneratif akut (gambar 7-1). Bakteri sering terdapat pada apusan leleran uterus dari anjing yang metritis, baik di dalam atau bebas dari sel darah putih. Eritrosit, sel endometrial dan serabut otot dari fetus yang membusuk dapat diamati pada preparat apus leleran uterus (gambar 7-2). Meskipun neutrofil, eritrosit, dan bakteri dapat teramati pada preparat apus yang dibuat dari leleran yang keluar dari vulva anjing dengan postpartus normal, bakteri dan sel darah putih berjumlah sedikit dan neutrofil tidak tampak degenerasi 3.

Gambar 7-1. Degenerasi neutofil dari leleran vagina pada anjing dengan metritis nekrotik. Perbesaran 1000x.

Gambar 7-2. Serabut otot skeletal dan neutofil dari leleran vagina pada anjing dengan anak yang membusuk di uterus, perbesaran 400x

Leukositosis neutrofilia imatur (belum dewasa) sering menyertai metritis akut, meskipun kadang-kadang ditemukan gambaran darah normal. Leukopenia dengan neutrofil imatur terdapat pada kasus metritis yang berat.

Anjing betina yang menderita metritis bisa mengalami shock akibat dehidrasi berat (yaitu, hypovolemic shock), septikemia, atau endotoksemia. Pengobatan metritis akut meliputi penanganan terhadap shock, mengganti kekurangan cairan, terapi awal antibiotik spektrum luas, dan pemberian dextrose secara intravena (IV) apabila septikemia atau toksemia telah menyebabkan hipoglikemia. Jika anjing betina telah stabil, mungkin perlu untuk mempertimbangkan pembedahan guna mengambil plasenta yang tertinggal dan / atau fetus mati atau jaringan uteus yang berada di dalam. Apabila dilakukan pembedahan, isi dan jaringan uterus harus dibiakkan untuk bakteri aerob dan anaerob. Pada kasus yang hanya bisa dilakukan terapi medis (yaitu tidak perlu pembedahan), harus didapatkan biakkan vagina kranial untuk mengidentifikasi komponen bakteria dari penyakit dan menentukan sensitifitas mikrobia.

Meskipun kateter dapat dimasukkan melalui servik postpartus, kegunaan pemberian antibiotik dalam uterus atau pengeringan isi uterus belum diketahui. Uterus menjadi rapuh, dan manipulasi dapat menyebabkan bakterimia atau ruptur uterus. Walaupun pemberian antibiotik telah dilakukan dalam mengobati metritis pada spesies lain selama beberapa dekade, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pengobatan tertentu bersifat kontraindikatif. 4-7 Agen-agen antimikrobial yang dimasukkan secara langsung kedalam lumen uterus dapat menghambat fungsi fagosit dari neutrofil uterus. Bahkan larutan antiseptik yang dimasukkan kedalam lumen uterus, seperti iodin, dapat merusak neutrofil uterus. Lagi pula, banyak agen-agen antimikrobial atau antiseptik yang bisa mengiritasi endometrium, sehingga menyebabkan infertilitas di waktu yang akan datang. Adanya material purulen dan debris-debris jaringan mengurangi keefektifan beberapa agen antimikrobial yang telah digunakan secara historis untuk infus, seperti sulfanamid, aminoglikosida dan nitrofurazon.8 Meskipun informasi yang sama masih kurang untuk anjing betina, lebih bijaksana untuk mempertimbangkan penelitian-penelitian pada sapi sebelum memutuskan untuk melakukan infus uterus pada anjing postpartus.

Peran beberapa agen ekbolik dalam pengobatan metritis pada anjing masih belum jelas. Meskipun ekbolik dapat digunakan untuk mengevaluasi uterus. Agen-agen tersebut harus digunakan dengan hati-hati apabila terjadi devital uterus cendrung akan ruptur jika dibuat seperti itu. Oxytocin memiliki waktu paruh yang pendek, yang membuatnya cukup aman sebagai agen ekbolik. Efek oxytocin dalam menyebabkan kontraksi uterus telah dilaporkan bahwa akan menurun segera setelah parturisi seiring perubahan rasio estrogen : progesteron .9 Namun, baik oxytocin dan prostaglandin F2α menyebabkan peningkatan tekanan intrauterina ketika diberikan pada anjing betina pada saat selain parturisi.10 Efek menyusui, atau pemberian oxytocin, terhadap aktivitas uterus pada beberapa saat setelah partus pada anjing betina belum diketahui. 9,11 Penggunan ergonovine untuk mengobati metritis pada anjing betina tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan ruptur uterus. 12

Keefektifan dan keamanan penggunaan prostaglandin F2α untuk penanganan metritis pada anjing belum dipelajari secara kritis. Prostaglandin telah digunakan sebagai pengobatan yang berguna untuk metritis pada sapi, dan kemungkinan penggunaannya lebih baik dari pada obat-obat antibakterial pada beberapa kasus. 4,8 Alasan dalam penggunaan prostaglandin F2α termasuk stimulasi kontraksi uterus untuk mengeluarkan material purulen dan debris, dan kemungkinan rangsangan fagositosis oleh leukosit. Namun, karena kadar prostaglandin jaringan dapat meningkat saat terjadi penyakit uterus pada anjing, peningkatan fagositosis leukosit dari prostaglandin dengan dosis farmakologik belum diketahui. Bahkan, kapasitas untuk fagositosis neutrofil darah sebenarnya menurun pada anjing yang menderita pyometra, meskipun metabolit postaglandin meningkat pada eksudat uterus, darah dan serum. 13,14 Keefektifan dan resiko penggunaan prostaglandin untuk mengobati metritis pada anjing dapat bervariasi, tergantung integritas myometrium dan dinding uterus.

Mastitis

Mastitis, seperti mastitis akut, merupakan suatu penyakit yang terutama mempengaruhi pada anjing-anjing postpartus. Mastitis dapat terjadi pada anjing betina pseudopregnansi dan anjing yang sedang laktasi, tetapi ini jarang terjadi. Mastitis dapat melibatkan satu atau lebih bagian kelenjar mamae atau satu kelenjar mamae atau lebih. Jumlah duktus orificium yang membuka pada puting bervariasi mulai dari 7 hingga 22 15 (gambar 7-3). Orficium puting, kanal puting, sinus puting dan sinus kelenjar merupakan bagian dari sistem imun (gambar 7-4). Tiap sinus kelenjar dipisahkan dari sinus-sinus yang mengelilinya oleh septum jaringan konektif. Dengan demikian mastitis dapat tersebar di dalam atau diantara kelenjar, atau terlokalisasi di dalam kelenjar. Mastitis dapat menjadi akut dan mengancam nyawa, dengan anjing betina yang menunjukkan gejala penyakit sistemik. Pada kasus kronis, anjing bisa tidak menunjukkan gejala tetapi dibawa kedokter hewan karena anak-anaknya mengalami kegagalan pertumbuhan.

MASTITIS AKUT

Pada kasus akut, kelenjar yang terinfeksi menjadi panas, sakit dan anjing betina menderita sakit secara sistemik (yaitu, depresi, kelesuan, anoreksia, deman, ketidakmampuan merawat anaknya). Bakteria yang umumnya diisolasi dari susu anjing betina dengan mastitis septik termasuk Escherichia coli, Staphylococci, dan Streptococci. 16 Bakteri dan neutrofil degeneratif biasanya terdapat dalam jumlah banyak pada preparat apus yang dibuat dari susu dengan kelenjar yang terlibat atau semua kelenjar (gambar 7-5). Kecermatan dalam meinterprestasikan preparat apus susu sangat perlu , karena susu normal anjing juga dapat mengandung sejumlah besar neutrofil dan makrofag 17 (tabel 7-1). Namun, jumlah bakteri bebas dan bakteri yang tertelan tidak teramati pada susu normal kecuali terkontaminasi atau penyimpanan sampel yang tidak tepat.

Gambar 7-3, A: tetesan susu keluar secara perlahan-lahan pada kelenjar mamae anjing. Catatan normal- kelihatan susu dan hemoragik keluar dari satu orificium puting (kanan) B: Normal- kelihatan susu dari dua orificium puting yang purulen- kelihatan keluar dari tiga orificium (kanan dan kiri). (dari Wheeler SL, Magne ML, Kaufman J, e al: Postpartum disorders in the bitch. Compend Contin Educ Pract Vet 6:495, 1984, dengan izin). Lihat plat warna

Orificium puting diagram sistem sinus

Gambar 7-4. Susunan puting dan sinus anjing. (dari Evans HE, Christnsen GC: The urogenital system. In Evans HE ed :Miller’s Anatomy of the dog, 3rd ed. Philadelphia, WB Saunders, 1993 p552, dengan izin)

.

Gambar 7-5. Bakteri dan degenerasi netrofil dalam susu anjing yang menderita mastitis akut. Perbesaran 1000x.

Tabel 7-1. Jumlah dan jenis sel pada susu anjing.

Total sel

Makrofag

sel

polimorfonuklear

Sel mononuklear tidak dikenal *

Anjing normal

yang menyusui anaknya (n= 3)

Anjing normal setelah sapih (n=3)

Anjing pseudopregnan (n=3)

Anjing abnormal ++ (n=6)

33-14,548+

13,750-67,654

7302-38,233

4302-363,000

0-14,088

8054-8869

5448-27,211

157-76,230

0-1418

5303-54,402

5303-54,402

844-8808

0-1942

1577-4875

0-910

751-24,861

* : sel mononuklear tidak dikenal kemungkinan degenerasi nukleus dari sel lemak +: nilai dari rata-rata : sel per mililiter dari susu ++ anjing abnormal termasuk mastitis, ektasia duktus mamae, galaktostasis dan septikemia anak- anak anjing. Tabel diambil dari data study klinis di Olson and olson, 17 The Authors thank A.L Olson membantu teknik dalam mengumpulkan data untuk tabel ini. Dari Olson JD, Olson PN: Disorders of the canine mammary gland. In Morrow (ed): Current terapy in the Reogenology: Diagnosis Teratment, and Prefention of Reproductive diseases in Small and Large Animal, 2nd . Philadelphia, WB Saunders, 1986, p 507.dengan izin.

Susu normal anjing yang dikeluarkan dari kelenjar mamae pada saat melahirkan berwarna kekuningan hingga putih. Warna kekuningan pada waktu melahirkan dapat menggambarkan konsentrasi dari imunoglobulin yamg tinggi pada susu kolustrum. Sekresi mamae saat kelahiran juga dapat berwarna putih, atau menjadi putih setelah beberapa jam samapai beberapa hari postpartus. Susu anjing yang mengalami mastitis bisa terlihat nomal, memiliki penampilan purulen yang khas (kuning kehijauan), atau tampak coklat kemerahan karena adanya eritrosit dan / atau leukosit. Sekresi hemoragik juga telah diamati pada anjing-anjing pseudopregnansi yang asimptomatis dan setelah penyapihan, 17 namun pada umumnya tidak ada darah dalam sampel susu pada anjing dengan parturisi normal dan selama laktasi. Jika susu diperah dengan lembut, tetesan dapat terbentuk dari orifisium puting yang mana saja, sehingga menyebabkan sekresi abnormal akan teridentifikasi jika infeksi terlokalisasi.

Evaluasi kuantitas bakteriologi dapat menunjukkan sejumlah besar bakteri pada susu anjing yang mengalami mastitis. Bakteri diisolasi secara frekuen dari sampel susu anjing normal. Apakah mikroorganisme tersebut terdapat pada sistem imun kelenjar mamae normal atau masuk kedalam susu yang diperah karena kontaminan kulit belum diketahui. Pada suatu penelitian, 18 susu dari 44 anjing postpartus yang sehat secara klinis dibiakkan. Sejumlah kecil mikroorganisme diisolasi hampir dari semua sampel susu, 67,4% dari sampel mengandung 104 bakteri/ml atau kurang. Staphylococcus aureus merupakan mikroba yang paling umum terisolasi. Peran bakteri anaerob atau mycoplasma pada anjing mastitis belum diketahui.

Anjing betina dengan infeksi mastitis harus diobati berdasarkan sensitifitas antimikrobial, farmakokinetik dari antibiotik yang dipilih, dan apakah anak-anak anjing yang baru dilahirkan akan terus menyusu pada induk anjing yang sedang diobati. Anak anjing harus dibiarkan menyusu kecuali terdapat abses atau ganggren, karena menyusu memacu pengeringan kelenjar dan memberikan antibiotik pada anak-anak anjing. Apabila anak anjing dibiarkan terus menyusu, antibiotik harus dipilih berdasarkan keamanan baik untuk induk maupun anaknya, khususnya jika agen terapeutik yang dipilih merupakan agen yang mengentalkan susu. Meskipun bayi manusia dibiarkan terus menyusu pada kelenjar yang mengalami mastitis, terdapat satu laporan penularan Streptococcus agalactia dari ibu ke anaknya akibat meminum susu yang terinfeksi. 19 Walaupun darah dan kultur jaringan anak anjing dan kultur susu induk dapat membuktikan bahwa mikroorganisme serupa berhubungan dengan mastitis dan septikemia neonatal, sulit untuk menentukan sumber asal kedua infeksi. Contohnya, mulut anak anjing bisa menjadi sumber bakteri yang dapat masuk ke dalam kelenjar klinis dimana jenis bakteri yang sama diisolasi dari susu anjing dan jaringan anak yang mengalami septikemia, akan tetapi cara penularannya belum diketahui.

Keputusan untuk menangani anak anjing dari induk yang mastitis atau membiarkannya untuk terus menyusu merupakan hal yang sulit dan tergantung pada adanya perilaku menyusui dan umur anak anjing. Selama 2 minggu pertama kehidupan anak anjing, yaitu pada saat kebanyakan kasus mastistis terjadi, anak anjing mungkin perlu diberi pakan tiap 2-4 jam. Oleh karena itu, pemilik harus memiliki waktu untuk memberikan susu dengan botol atau tabung dengan teratur kepada anak anjing selama 2 minggu postpartus, dan keputusan yang dibuat untuk memberi susu pada anak anjing, hal ini memungkinkan untuk memberi pakan pada anak anjing dengan formula pengganti tiap 4-6 jam. Saat umur 3 minggu, anak anjing dapat diberi pakan basah dan proses penyapihan bisa dimulai.

Karena mayoritas imunitas pasif pada anak anjing diperoleh melalui antibodi kolostrum, maka anak anjing harus memperoleh susu induk dalam kehidupan 24 jam pertama. Imunoglobulin kolostrum menurun dengan cepat selama beberapa hari pertama postpartus, kolostrum mengandung 1500 mg imunoglobulin/100 ml pada saat kelahiran, namun konsentrasi ini menurun hingga kurang dari 300 mg/100 ml 2 hari setelah melahirkan. 20 Kemampuan anak anjing yang baru saja lahir untuk menyerap imunoglobulin dari saluran pencernaan, paling maksimal pada 8 jam setelah lahir, dengan absorbsi yang terbatas setelah 15-24 jam postpartus. 21,22 Meskipun serum yang dikelompokkan dari anjing dewasa dapat diberikan kepada anak anjing yang baru saja lahir dan tidak memperoleh kolostrum yang cukup, manfaat kolostrum sulit untuk digantikan. 23,24 Anak anjing yang memperoleh kolostrum memiliki kadar imunoglobulin darah A, G dan M yang secara signifikan lebih tingi dibandingkan anak anjing yang kehilangan kolostrum dan memperoleh serum anjing dewasa yang dikumpulkan (22 ml/kg peroral atau subkutan). 23 Walaupun ketika anak anjing tidak lagi mampu untuk menyerap imunoglobulin melalui saluran pencernaan, susu anjing betina akan terus memberikan faktor-faktor penting untuk melindungi terhadap patogen yang potensial : limfosit, neutrofil, makrofag, yang mensekresikan imunoglobulin A secara total, protein, dan faktor pertumbuhan epidermal. Pada suatu penelitian, pertambahan berat badan dan ukuran tubuh lebih besar pada anak anjing beagle yang lahir normal dan disusui oleh induknya dari pada anjing yang diberikan pakan satu atau dua formula pengganti yang dibuat sendiri* (M.L Chandler et al., data tidak dipublikasikan, Colorade State University, 1989) (gambar7-6). Kejadian diare pada anak anjing yang diberi susu formula sebesar 85% dibandingkan dengan 52 % pada anak anjing kontrol. Walaupun, anjing-anjing betina dengan kelenjar yang menderita keradangan akut mungkin tidak dapat memberikan sejumlah susu yang cukup atau susu dengan nutrisi yang sesuai bagi kebutuhan anak anjing yang sedang tumbuh, dan diharuskan menggunakan formula komersial atau formula buatan sendiri yang seimbang.

Gambar 7-6 A: Anak anjing beagle dari induk yang sama, anak anjing yang kecil di kiri dan diberi makan dengan formula buatan . Anak anjing yang besar di kanan masih diperbolehkan tetap disusui induknya. Mengikuti penyapihan, semua anak anjing yang mencapai berat yang sama(Courtesy of M.L. Chandler, Colorado State Unversity, 1989) B: yang mencapai berat badan dari anjing beagle (dibuat formula susu anjing betina). (Courtesy of M.L Chandler, Colorado State University, 1989.)

Pada anak anjing yang diberikan susu, dokter hewan dapat memilih aturan terapeutik yang paling sesuai untuk pengobatan mastitis tanpa mengkhawatirkan efek potensial dari beberapa antibiotik pada anak anjing yang baru saja lahir dan sedang menyusui (yaitu, perubahan flora intestinal, merusak gigi anak anjing, ketidakmampuan hepar fetus untuk metabolisasi obat). Jika anak anjing dibiarkan

*formula 1 mengandung 240 ml susu, 2 kuning telur, 5 ml minyak sayur, dam 1 tetes Poly Visol vitamin bayi (dibuat divisi johson, Bristol Myers, Evansille, IN). Formula 2 sama dengan formula 1 kecuali mengandung 1,2 g dicalsium phospat dan 0,3 g kalsium karbonat

menyusu ketika induknya diobati , antibiotik bakteriosidal yang spektrum luas harus dipilih yang tidak begitu toksik terhadap induk dan anaknya (tabel 7-2 melalui 7-4) 25-31 Dengan adanya keradangan akut, banyak antibiotik yang mampu melewati barrier plasma susu. Wallace dan Davidson32 mengusulkan bahwa generasi pertama cephalosporin dan β laktamase - penicillin yang resisten untuk digunakan pada pengobatan mastitis (cephalexin, 2,5-7,5 mg/lb (5,0-15 mg/kg) diberikan peroral tiap 8 jam, asam clavulanat-dipotensiasi amoxcillin, 7 mg/lb (14 mg/kg) diberikan peroral tiap 8-12 jam) hingga tercapai hasil kepekaan antimikrobia dari susu yang dikultur. Rekomendasi ini sangat baik, khususnya jika diduga terjadi agen infeksi gram positif. Apabila dugaannya adalah infeksi gram-negatif atau mycoplasma, pilihan lain juga bisa dipertimbangkan (tabel 7-4).

Tabel 7-2. Sifat Farmakologik beberapa Obat Antimikrobial

Obat daya larut lemak asam/basa pKa kemampuan melebihi konsentrasi serum dalam susu

Ampicillin

Amoxicillin

Cephalotin

Klorampenikol

Ciprofloxacin

Clindamycin

Enrofloxacin

Erythromycin

Gentamicin

Lincomycin

Norfloxacin

Penicillin G

Sulfamethoxalone

Sulfadiazine

Tetracycline

Tylosin

Sedang

Sedang

Rendah

Tinggi

Tinggi antara pH 6 dan 8

Tinggi

Tinggi antara pH 6 dan 8

Tinggi

Rendah

Tinggi

Tinggi antara pH 6 dan 8

Sedang

Sedang

Sedang-tinggi

Sedang

Tinggi

Asam

Asam

Asam

Alkohol

Amfoter

Basa

Amfoter

Basa

Basa

Basa

Amfoter

Asam

Asam

Asam

Amfoter

Basa

2.8, 7.2

2.8, 7.2

2.5

n/a

n/a 6.4, 8.7

7.6

6.4, 8.7

8.8

8.0

7.6

6.4, 8.7

2.8

5.6

6.5

3.3,7.7,9.7

7.1

Tidak

Tidak

Tidak

Sederajat

Ya

Ya

Mungkin

Ya

Tidak

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Sederajat

Ya

Data dari Olson dan Olson,25 Ziv, 26 Baggot, 27 Budsberg et al., dan Gasser et al. 29

Meskipun agen-agen antimikrobial merupakan pengobatan yang utama pada mastitis anjing, untuk terapi selanjutnya dapat menambah stimulator imun. Rekombinasi sitokin yang homolog merupakan imunomodulator yang efektif untuk meningkatkan mekanisme pertahanan alami dan mungkin memiliki peran di masa yang akan datang dalam pengobatan mastitis. Interleukin-1β dan interleukin-2 telah digunakan sebagai percobaan untuk mengobati mastitis akibat Staphylococcus aureus pada sapi, 33 tetapi belum dievaluasi pada pengobatan mastitis anjing.

Tabel 7-3 pengaruh antimokrobial tehadap pertahanan kolonisasi

Antimikrobial menekan daya tahan kolonisasasi yang diakibatkan kenaikan kolonisasi Enterobachtericeae pada anak anjing.

Ampicillin

Cloxacillin sodium

Furazolidone

Metronidazole

Antimikrobial dengan efek sedang terhadap pertahanan kolonisasi

Amoxicillin

Chlorampenicol

Tetracycline

Antimikrobial tanpa efek merugikan terhadap pertahanan kolonisasi

Aminoglycosides

Cephalosporins

Doxycycline

Erythromycin

Penicillin (perenteral)

Sulfonamide

Trimetropin

Quinolone

Data dari Jones 30 dan Poffenbarger et al. 31

Gambar 7-7. Ganggren pada mastitis anjing. Walaupun warna normal pada beberapa kelenjar, satu kelenjar merupakan radang akut, berisi area gelap dan jaringan devital dengan pusat yang lunak karena ruptur (dari Wheeler SL, Magn ML, Kaufman, J, et al : postpartum disorders in the bitch. Compend Contin Educ vet 6:494, 1984, dengan izin), lihat plat warna

Tabel 7-4. Petunjuk terapeutik untuk mengangani mastitis pada anjing.

Mastitis akut (darah-barrier susu tidak lengkap)

Anjing betina yang tidak menyusui anaknya

Bakteri aerob

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-positif

Bakteri anaerob

Mycoplasma

Anjing yang menyusui anaknya

Bakteri aerob

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-positif

Bakteri anaerob

Mycoplasma

Mastitis kronik (darah-barrier susu yang utuh)

Anjing yang tidak menyusui anaknya

Bakteri aerob

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-positif

Bakteri anaerob

Mycoplasma

Anjing yang menyusui anaknya

Bakteri aerob

Infeksi - gram negatif

Infeksi – gram positif

Bakteri anaerob

Mycoplasma

Pilih obat bakteriosidal yang mampu

Pilih antimikrobial yang efektif dan aman untuk anjing

spekrum-luas Cephalosporin,(turunan

kedua-atau ketiga), quinolone,

chlorampenicol

β-lactamase- tahan penicillin,

amoxicillin, asam clauvanic,

turunan pertama cephalosporin,

erythromicin, chramphenicol

Penicillin, metronidazole, clindamycin,

cetoxitin, chlorampenicol,

erythromicin

Chlorampenicol, tetracycline,

erythromicin, quinolone

Pilih antimikrobial yang efektif dan

aman bagi anjing dan anaknya

Cefoxitin, chlorampenicol

Turunan pertma cephalosporins,

erythromycin

Cexofitin,erythromicin,chlorampenicol

Erythromicin, chloramphenicol

Pilih obat bakteriosidal yang mampu

Pilih antimikrobial yang efektif dan

aman bagi anjing dan mampu

memasuki jaringan mamae/susu

Qiunolone,chlorampenicol

Erythromicin, chlorampenicol

Clindamicyin, Erythromicin,

Chlorampenicol

Erythromicin, Chlorampenicol,

tetracyclin,quinolone

Pilih antimikrobial yang efektif dan

Aman bagi anjing dan anaknya.

Obat yang mampu berkonsentrasi

Di jaringan mamae dan susu.

Dalam pemberian obat juga

Diperhatikan keamanan bagi anak

anjing.

Cefoxitin, chlorampenicol

Erythromicyn, tururnan pertama

Cephalosporin

Erythromicin,Chlorampenicol,cefoxitin

Erythromicin, Chlorampenicol

Mastitis akut dapat berkembang menjadi mastitis dengan abses dan ganggren, pada kondisi ini anak anjing tidak boleh menyusu (gambar 7-7). Mastitis ganggrenosa dikenali dengan adanya jaringan mamae yang berwarna hitam pada permukaan kelenjar. Jaringan tersebut mati dan harus diincisi untuk dikeringkan dan debrikasi. Drainase dengan pembedahan dan pembilasan menggunakan larutan povidon-iodin (betadine) 1 % digunakan untuk mengurangi keradangan. Anjing betina yang mengalami mastitis akut atau ganggrenosa mungkin mampu menyediakan susu yang cukup untuk anak anjing pada masa laktasi berikutnya, yang memberikan radang difus dan luka/goresan tersebut tidak terjadi.

RADANG ADENOKARSINOMA MAMAE

Radang adenokarsinoma merupakan neoplasma yang sangat ganas pada kelenjar mamae anjing yang mirip dengan mastitis. Anjing betina yang menderita radang adenokarsinoma umumnya terjadi pada anjing-anjing tua yang tidak mengalami postpartus atau bahkan secara seksual tidak lengkap, tetapi mengalami keradangan berat pada kelenjar mamae . Trombositopenia dan penyebaran koagulasi intravaskular sering terjadi pada anjing dengan radang adenokarsinoma mamae. Prognosis pada kasus ini harus sangat berhati-hati. Meskipun tumor mamae akan dibahas pada bab 13, radang adekarsinoma mamae telah dibahas disini untuk mengingatkan dokter hewan tentang gangguan serius yang menyerupai mastitis akut. Khususnya penting bagi dokter hewan untuk mengevaluasi anjing-anjing betina yang menciri (yaitu, hewan-hewan tua yang non postpartus atau hewan-hewan netral) untuk faktor koagulasi sebelum melakukan prosedur pembedahan dalam mengobati radang mamae secara intensif.

MASTITIS SUBKLINIS ATAU KRONIS

Mastitis kronis diduga sering terjadi pada anak anjing yang masih menyusu dan pertumbuhannya tidak baik. Jika mastitis menyebabkan kegagalan seperti itu, anak anjing dapat diberi susu atau dibiarkan untuk tetap menyusu setelah dilakukan penanganan antimikrobial. Walaupun mastitis subklinis telah terdiagnosa dengan baik pada sapi tetapi kejadian dan signifikasinya pada anjing belum diketahui.

Anjing betina yang menderita mastitis kronis harus diobati berdasarkan sensitivitas antimikrobial, farmakokinetik antibiotik yang dipilih dan keamanan untuk induk dan anaknya (apabila masih dibiarkan tetap menyusu). Beberapa antibiotik dapat mencapai konsentrasi efektif dalam susu, khususnya jika terjadi pada mastitis yang kronis bukan akut.25 Pada mastitis akut, banyak antibiotik yang mampu memasuki sekresi mamae karena barrier plasma-susu terganggu, pembuluh darah lokal berdilatasi dan suhu jaringan meningkat. Namun, bersamaan dengan meredanya keradangan barrier plasma-susu terbangun kembali, peran penggolongan pH menjadi penting. Antibiotik yang bersifat basa lemah atau asam lemah terdistribusi ke dalam kompartemen tubuh berdasarkan penggolongan pH. Pemahaman tentang penggolongan pH membuat dokter hewan memilih pengobatan yang memberikan konsentrasi obat optimal pada kelenjar mamae.26,27 Basa lemah cenderung terkonsentrasi pada kompartemen tubuh yang lebih asam dari pada plasma, sedangkan asam lemah cenderung terkonsentrasi pada lingkungan yang basa. Karena susu normal sedikit lebih asam dibandingkan plasma normal, basa lemah mencapai konsentrasi yang lebih tinggi pada susu dibanding plasma dibawah lingkungan yang normal. Meskipun susu tetap asam pada kebanyakan tipe mastitis sapi tetapi tingkat kejadian susu yang asam pada mastitis anjing masih belum dapat ditentukan.

Sebagai tambahan terhadap penggolongan pH, kelarutan lemak obat harus dipertimbangkan. Antimikrobial yang sedikit larut lemak tidak dapat mencapai keuntungan konsentrasi yang telah diperhitungkan karena ketidakmammpuan melewati membran sel pada kelenjar yang terinfeksi secara kronis. Sebagai contoh, aminoglikosida merupakan antibiotik basa yang tidak dapat terkonsentrasi dalam kompartemen asam karena kelarutan lemak yang rendah. Beberapa obat, seperti kloramfenicol, tidak terionisasi dan oleh sebab itu tidak terpengaruh oleh penggolongan pH (tabel 7-2). Meskipun kloramfenicol merupakan agen antimikrobial yang berspektrum luas yang masuk kedalam susu, keamanannya terhadap anjing yang baru saja lahir masih dipertanyakan. Walaupun penulis telah menggunakan kloramfenicol untuk mengobati mastitis dan infeksi neonatus tanpa komplikasi yang jelas pada anak anjing. Penggunaan kloramfenikol kurang tepat karena efek kardiovaskularnya dan “ sindrom bayi abu-abu” pada bayi manusia. 30 Sayangnya, masih banyak keamanan bagi agen antimikrobial yang belum diketahui untuk anak-anak dan anak hewan yang baru saja lahir.

Walaupun quinolone diketahui terdistribusi ke kelenjar mamae dan susu, serta memiliki spektrum aktivitas yang lebih baik bagi beberapa tipe bakteri aerobik dan mycoplasma yang mungkin berhubungan dengan mastitis pada anjing, quinolone tidak direkomendasikan pada anak anjing yang terus menyusu dari anjing betina yang diobati. Enrofloxacin dapa menyebabkan pertumbuhan abnormal pada kartilago anak anjing dan tidak direkomendasikan untuk anak anjing dari ras anjing kecil dan medium hingga setelah umur 8 bulan atau untuk anak anjing dari ras besar hingga setelah umur 18 bulan.34 Distribusi enrofloxacin pada kelenjar mamae mencapai 67% dari konsentrasi plasma simultan 2 jam setelah anjing memperoleh dosis oral tunggal sebesar 2,5 mg/kg. Ciprofloxacin dan oflaxacin diketahui terdistribusi pada air susu ibu. Oflaxacin sangat terkonsentrasi pada air susu ibu yang mencapai 98% konsentrasi serum maternal simultan dalam 2 jam pemberian. 35 Karena berhubungan dengan kartilago, quinolone juga tidak direkomendasikan untuk ibu dengan bayi yang sedang menerima ASI.

Tetracyclin juga diketahui terdistribusi pada kelenjar mamae dan susu, tapi seharusnya tidak digunakan untuk mengobati anjing-anjing yang sedang menyusui anaknya. Tetracyclin terikat pada kalsium yang terdeposit pada tulang dan gigi yang baru terbentuk. Dengan demikian perubahan bentuk dan perubahan warna serta displasia enamel gigi bisa terjadi apabila anak anjing menerima obat tersebut. 30 Walaupun anak anjing tidak mendapatkan obat dengan jumlah besar dalam susu, efek tetracyclin pada anak anjing tidak selalu berhubungan dengan dosis atau durasi pengobatan.

Jika antibiotik yang dipilih untuk terapi terkonsentrasi pada susu, antibiotik tersebut seharusnya juga merupakan obat yang menekan resistensi kolonisasi pada anjing secara minimal (yaitu, peningkatan kolonisasi Enterobactericeae, lihat tabel 7-3). Antibiotik yang menekan resistensi kolonisasi adalah obat-obat yang menurunkan bakteri anaerob pada saluran pencernaan neonatus, sehingga menyebabkan bakteri patogen tumbuh dengan pesat secara potensial. Sebagai contoh, kolonosasi dan infeksi nosocomial dengan species Klebsiella pada anak anjing31 dan bayi36 yang baru lahir berhubungan dengan penggunaan antibiotik yang tidak sesuai seperti ampicillin. Kapanpun anak anjing dibiarkan untuk terus menyusu pada induk yang menderita mastitis atau induk yang tidak diobati dengan antimikrobial, berat badan dan kesehatan umum anak anjing harus dimonitor dengan cermat (lihat bab 8).

Karena dokter hewan harus mempertimbangkan banyak faktor dalam mengobati mastitis, tabel 7-4 ditawarkan sebagai petunjuk untuk memilih rencana pengobatan. Tergantung pada hasil kultur susu, apakah anak anjing tetap menyusu, dan informasi tambahan yang tersedia tentang keamanan beberapa obat, rekomendasi tersebut perlu disesuaikan oleh dokter hewan yang sedang menangani.

SINDROM SUSU TOKSIK

Meskipun susu abnormal “toksik” berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas neonatus, pengertian sebenarnya dari “susu toksik” pada anjing belum dibuat. 37 Walaupun susu anjing betina “toksik” diduga dapat menyebabkan anak anjing menjadi sakit pada umur 3-14 hari. Peran yang sebenarnya atau komposisi susu dalam dalam morbiditas dan mortalitas neonatus masih belum diketahui. Untuk alasan apapun, anak anjing menjadi tidak nyaman, terus bersuara dan kembung. Meskipun metritis dan subinvolusi daerah plasenta (SIPS) terlibat dalam menyebabkan sindrom susu “Toksik”, 37 banyak anjing dengan SIPS tidak menunjukkan gejala dan memiliki anak-anak anjing yang sehat (lihat di bawah). Gejala yang serupa dengan yang dilaporkan pada sindrom susu “toksik” telah diamati pada anak anjing yang diberi susu formula. 31 Bermacam-macam kondisi mungkin menyebabkan obstruksi gastrointestinal yang berakhir dengan kembung setelah makan. Sebagai contoh, perlintasan gastroentistinal diperlambat secara frekuen pada anak-anak anjing yang hypotermia.

Galaktostasis

Galaktostasis merupakan suatu keterlambatan abnormal dalam perjalanan susu ke dalam kelenjar mamae yang dapat terjadi selama penyakit, baik dengan mastitis atau abnomalitas anatomi puting, atau tanpa penyakit yang menyertainya, seperti ketika anak anjing disapih dengan tiba-tiba. Galaktostasis juga dapat terjadi ketika anak anjing tidak menggilirkan pada kelenjar mamae, 32 ketika anak anjing tidak mampu memindahkan susu dari semua kelenjar (yaitu, seperindukan yang kecil, kematian saudara seperindukan), atau selama pseudopregnansi. Galaktostasis menjadi masalah bagi anjing betina ketika peradangan menyertai akumulasi susu.

Mekipun anjing betina yang mengalami Galaktostasis secara sistemik tidak sakit kecuali bendungan susu diakibatkan oleh mstitis, anjing-anjing tersebut mungkin tidak nyaman jika kelenjar yang terpisah menjadi panas dan sakit. Evaluasi sitologis terhadap susu dari anjing betina dengan Galaktostasis biasanya menunjukkan jumlah sel yang lebih besar dari 3000 sel/μl (kisaran 90-136.000/μl), dengan makrofag dan neutrofil sebagai tipe sel predominan.17 Makrofag mungkin teramati mengandung lemak susu dalam sitoplasma. Jumlah neutrofil bervariasi dengan akut tidaknya peradangan. Pada beberapa kasus, eosinofil melimpah dalam susu, yang menunjukkan bahwa suatu komponen alergi mungkin terdapat dalam beberapa bentuk kondsi.

Pengobatan diarahkan pada penurunan sekresi dan mengurangi peradangan. Handuk dingin atau kompres dapat diusapkan pada kelenjar untuk mengurangi peradangan. Jika tidak terjadi infeksi, glukokortikoid dapat diberikan untuk mengurangi peradangan. Diuretik dan analgetik telah ditunjukkan menjadi tretment yang menguntungkan.12 mengurangi asupan pakan anjing betina, dikombinasi dengan penyapihan anak anjing secara bertahap, dapat mengurangi produksi susu, dengan demikian mengurangi keparahan kondisi. Memerah ambing bisa menguntungkan atau tidak menguntungkan. Sulit untuk memindahkan susu dari semua bagian kelenjar mamae anjing, dan perangsangan kelenjar dapat menyebabkan produksi susu yang lebih lanjut.

Agalactia

Agalactia (disebut juga agalaktosis) adalah tidak adanya produksi atau sekresi susu. Agalactia primer terjadi akibat kegagalan produksi susu, akibat abnomalitas anatomis atau fisiologis, dan sangat jarang terjadi. Agalactia sekunder dapat disebabkan karena nutrisi yang tidak memadai, stres, parturisi prematur, terapi progestagen, mastitis, metritis, masalah-masalah fisiologis, endotoksemia dan penyakit sistemik.

Agalactia primer atau Agalactia sebenarnya tidak merespon terhadap terapi jika malformasi kongenital terjadi pada kelenjar mamae atau jika kelenjar tidak mampu merespon stimulasi hormon. Agalactia sekunder harus diobati dengan cara menghilangkan penyebab yang mendorong kegagalan produksi susu atau “milk let down”. Anjing-anjing muda atau anjing yang baru beranak satu kali mungkin akan gelisah dan takut untuk menyusui. Keyakinan dari pemilik atau penggunaan transquilizer sering menguntungkan, transqulizer phenotiazine menyebabkan peningkatan pelepasan prolaktin dari pituitaria. .39 dan dapat meningkatkan laktasi. Nasal spray oksitosin bisa efektif dalam meningkatkan milk let down pada induk yang gelisah.

Mungkin terdapat penyebab Agalactia sekunder yang lain yang masih harus diidentifikasi pada anjing betina. Sebagai contoh, infeksi sekunder kelenjar mamae oleh mycoplasma berhubungan dengan Agalactia, arthritis dan keratokonjungtivitis pada kambing. 40,41 Pada babi, Agalactia berhubungan dengan mastitis dan metritis, yang diakibatkan oleh interaksi endotoksin saat laktasi. Endotoksin Escerichia coli yang diberikan pada babi betina pada hari ke-2 masa laktasi menyebabkan penekanan sekresi prolaktin yang jelas.42 pemberian obat (megestrol asetat, progesteron, ally trembolone), pemberian pakan yang berjamur dan perubahan hormonal pada periode periparturien, semua berhubungan dengan Agalactia pada beberapa spesies.43-45

SUBINVOLUSI DAERAH PLASENTA

Involusi uterus, berdasarkan pengamatan histologis, setelah 12 minggu postpartus pada anjing normal.46 Berat uterus kembali normal pada uterus anestrus dan pada 60-120 hari postpartus. 47 Tampilan ultrasonografi uterus postpartus tidak dapat dibedakan dari tampilan ultrasonografi uterus anestrus pada 15 minggu postpartus. 48

Subinvolusi daerah plasenta (SIPS) terjadi ketika proses involusi tertunda. Pada suatu penelitian, 49 20 dari 95 saluran reproduksi dari anjing-anjing postpartus teramati mengalami SIPS, trofoblas fetus atau sel desidual induk dapat teramati pada jaringan konektif bebas bagian atas dari lamina propia pada 2 minggu pertama setelah melahirkan 46 namun pada anjing dengan SIPS, sel-sel trofoblas tersebut tidak berdegenerasi dan terus menyebar di lapisan glanduler bagian dalam dari endometrium atau bahkan myometrium. Invasi trofoblas tersebut, menyertai kerusakan vaskuler terhadap pembuluh darah, dan kegagalan pembentukan thrombus pembuluh darah endrometrial yang normal dan sumbatan sekunder dikemukakan sebagai penyebab SIPS yang potensial pada anjing. 50 secara histologis, masa kolagen yang besar, hemoragi, dan dilatasi kelenjar endometrial dapat diamati pada daerah plasenta, yang berukuran sekitar 2 kali ukuran wilayah anjing normal pada saat yang sama setelah parturisi. Sel-sel seperti trofoblas meluas ke dalam miometrium di dasar masa kolagen, dan dapat membentuk masa sel synsitial49 masa sel mirip trofoblas synsitial tersebut dapat menginvasi miometrium dan mengelilingi pembuluh darah pada stratum vaskular. Sel-sel – mirip trofoblas dapat teramati pada preparat apus vagina dari anjing-anjing dengan gejala klinis SIPS, 12,51 namun tidak teramati pada preparat apus dari anjing-anjing postpartus normal. Se-sel-mirip trofoblas (atau mirip decidua) tersebut adalah polinuklear dan banyak terdapat vakuola (gambar 7-8).

Kejadian SIPS lebih tinggi pada anjing-anjing muda yang baru beranak sekali atau sekitar 3 tahun52-55 Dickie dan Arbeiter menggambarkan 20 kasus SIPS (disebut juga postpartus metrorhagia atau postpartus placentitis) pada anjing-anjing yang berumur antara 2 dan 6 tahun (rata-rata umur =4,5). 51 penyakit terjadi setelah parturisi pertama pada 10 dari 20 kasus, setelah parturisi ke-2 pada 6 dari 20, dan setelah perturisi ke-3 pada 4 dari 20. Hewan-hewan yang menderita berasal dari bermacam-macam jenis termasuk boxers (n=3), German Shepherds (n=4), a mop (n=1), Rottweilers (n=2), Dachshunds (n=2), Spaniels (n=2), Deerhounds (n=2), Doberman Pinscher (n=1), Kerney blue terier (n=1), dan poodle (n=2).

Secara histori, anjing-anjing dengan SIPS adalah normal kecuali untuk leleran uterus yang berdarah keluar dari vulva selama beberapa minggu setelah partus. Jumlah darah yang keluar dapat berupa tetes-tetes kecil setiap hari yang hilang tanpa terapi hingga akut, metrorhagia yang mengancam hidup, memerlukan transfusi dan/atau intervensi pembedahan segera. Pada kasus kronis, leleran uterus dapat keluar selama 8 minggu atau bahkan hingga onset proestrus berikutnya. SIPS secara histologis telah terdiagnosa paling lama 9 minggu postpartus pada anjing-anjing yang secara klinis normal dan mengalami ovariohysteroctomy terpilih. 51 pada penelitian kami, kehilangan darah postpartus akut jarang terjadi, dan sering disertai dengan koagulasi atau ulserasi uterus. Bentuk kronis SIPS, terdiri dari leleran hemoragik yang diperlama pada anjing yang tidak sehat, jauh lebih umum. Namun, diagnosis SIPS sering bersifat anggapan dari pada penegasan ketika terjadi kehilangan darah yang minimal, karena jaringan uterus yang dibiopsi biasanya tidak diperoleh dari hewan-hewan yang mengalami regresi spontan.

Gambar 7-8. A diagram skematik dari polinuklaer, vakuola yang besar pada sel raksasa di vagina anjing yang keluar memanjang disekitar vagina dari subinvolusi daerah plasenta. (dari Dickie MB, Arebeiter K: Diagnosis nd therapy of the subinvolution of placental sites in the bitch. J Reprod Fertil Suppl 47:471-475, 1993, dengan izin). B: sel polinuklear teramati di vagina yang tercemar pada anjing dengan subinvolusi dari daerah plasenta. Perbesaran 1000x. (dari Wheeler SL, Magne ML, Kaufman J, et al: Postpartum disorders in the bitch. Compend Contin Educ Pract Vet 6:497,1984, dengan izin). C: sincytium dari sel yang terdapat pada vagina yang tercemar dari anjing dengan subinvolusi daerah placenta. Perbesaran 1000x.

Pada anjing-anjing dengan SIPS yang kronis, sejumlah kecil leleran hemoragik dapat dikaburkan dengan lokhia yang keluar selama lebih dari 3 minggu postpartus. Seiring menghilangnya lokhia yang mengandung uteroverdin, pemilik mungkin menyadari leleran hemoragik yang persisten dan mencari bantuan dokter hewan. Pemilik umumnya melaporkan anjingnya yang mengalami kelahiran normal dan anak anjing dalam keadaan baik. Pembengkakan uterus dengan ukuran yang berbeda-beda biasanya dapat dipalpasi pada anjing-anjing dengan SIPS (gambar 7-9). Pemeriksaan radiografi dan ultrasonografi memperkuat diagnosa hasil palpasi. Diagnosa banding untuk leleran hemoragik yang keluar dari vulva anjing postpartus koagulopathy, metritis, brucellosis, keradangan saluran reproduksi kaudal, trauma, neoplasia saluran genital dan SIPS. 56

Gambar 7-9. Gelombung besar dalam uterus seekor anjing dengan subinvolusi daerah plasenta. Catatan membesarnya bulatan elip yang kadang-kadang dapat dipalpasi pada hewan.

Karena terjadi kesembuhan spontan, anjing-anjing dengan SIPS mungkin tidak perlu terapi medis atau pembedahan. Ovariohisterektomi diperlukan jika hemoragi akut atau terjadi ulcerasi endometrium/myometrium. Meskipun jarang, ulcerasi dan perforasi uterus dengan diikuti peritonitis yang telah diamati (D. Lein, Cornell University, komunikasi pribadi, 1986). Terapi ekbolik (yaitu, ergonovine, prostaglandin) tidak terlihat dapat mempengaruhi sel-sel – mirip trofoblas yang berhubungan dengan SIPS jauh di dalam myometrium, yang mungkin tidak mengelupas melalui kontraksi uterus yang dipaksakan atau vasokontriksi.

Terapi progesteron dianjurkan untuk SIPS pada masa lalu karena keuntungannya dalam mengelupas sel-sel –mirip trofoblas residual melalui stimulasi endometrial. Namun, tidak terdapat keuntungan yang penting dari terapi seperti itu. Karena terapi progesteron dapat menyebabkan pyometra pada anjing, terapi ini harus dihindari. Pada suatu penelitian, kadar serum progesteron meningkat di atas kadar postpartus yang diharapkan pada 2 dari 4 anjing dengan SIPS, yang melibatkan hormon dalam patogenesis penyakit. 49 namun, tempat plasenta normal dan SIPS dapat terjadi bersama dalam uterus anjing yang sama yang tidak mendukung etiologi hormonal.

Meskipun bakteri vagina memiliki akses menuju uterus pada anjing dengan SIPS, terapi antibiotik tidak dianjurkan kecuali metritis sekunder. Mikroorganisme yang merupakan bagian dari flora vagina dapat menyebabkan peningkatan resistensi jika antibiotik digunakan dengan secara sembarangan, yang membuat pengobatan lebih sulit jika terjadi metritis.

Hipokalsemia (Eclampsia, Puerperal Tetany)

Hipokalsemia, disebut juga eclampsia atau puerperal tetany pada anjing prepartus atau postpartus, berhubungan dengan penipisan kalsium pada kompartemen ekstraseluler dan tersifat dengan kegelisahan, peningkatan suhu tubuh, mulut dan sklera kering, terengah-engah, hiperaktif, mendengking, tremor, sempoyongan, kekakuan, dan akhirnya kolaps dengan spasmus otot atau ambruk, nafas yang berat, salivasi dan kematian. Meskipun puerperal tetany pada anjing dapat terjadi sebelum parturisi, namun umumnya terjadi selama beberapa minggu pertama postpartus ketika kebutuhan susu oleh anak anjing sangat besar, episode setelah 40 hari postpartus jarang terjadi. 57

Meskipun istilah eclampsia telah dipakai untuk menggambarkan hipokalsemia prepartus dan postpartus pada anjing, eclampsia pada spesies lain mungkin tidak berhubungan dengan hipokalsemia+. Puerperal tetany umumnya teramati pada anjing-anjing bangsa kecil, namun anjing dari ukuran berapapun dapat menderita. 16,58-61 anjing betina yang baru beranak sekali mungkin terlalu terwakilkan, mungkin karena pemilik tidak mengawinkan hewannya kembali ketika anjing-anjing tersebut telah mengalami gangguan. Ukuran kandang belum terbukti menjadi predisposisi hewan terhadap penyakit.

Gejala awal hipokalsemia (yaitu, hiperaktif, berjalan bolak-balik, terengah-engah, keengganan untuk merawat anak anjing, kekakuan dan prouritus fasial) terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sebelum onset kejang otot, tetanus dan konvulsi. Hiperthermia (suhu >1050 F atau 40,50 C) umumnya saat tetanus subklinis atau klinis akibat peningkatan aktifitas otot. Elektrokardiogram anjing betina dengan hipokalsemia memiliki gelombang T yang lebar dan dalam, jarak Q-T yang diperpanjang, dan secara komparatif gelombang R yang lebih tinggi ketika dibandingkan dengan gambaran dari anjing yang tidak menderita. Baik tachykardia32 dan bradycardia61 berhubungan dengan hipokalsemia pada anjing. Pupil dari anjing yang menderita mungkin berdilatasi dan lambat dalam merespon cahaya.

Kadar kalsium darah total di bawah 7 mg/100ml (normal=9-11 mg/100 ml) memperkuat diagnosis, meskipun kebanyakan hewan diobati berdasarkan sejarah dan gejala klinis sebelum uji laboratorium selesai. Kadar fosfor normal hingga rendah pada pasien yang menderita. Meskipun glukosa darah normal pada anjing-anjing dengan eclampsia, gejala hipoglikemia yang berhubungan dengan toksemia kebuntingan (lihat bab 5 dan 6) bisa sama dengan gejala-gejala hipokalsemia. Oleh karena itu, glukosa darah harus dievaluasi, khususnya pada kasus-kasus yang tidak merespon terhadap treatment kalsium. Diagnosis banding kejang juga termasuk epilepsi, meningoencephalitis, dan keracunan (yaitu, kafein, striknin, timah, metaldehyde).

+ pre-eclampsia/ eclampsia pada wanita yang merupakan gabungan dengan konvulsi dan koma, tetapi kondisi gabungan dengan hemolisis, kenaikan enzim liver, platelet lemah, hipertensi, edema, dan proteinuria dari pada hipokalsemia

Patofisiologi eclampsia pada anjing berbeda dengan potofisiologi hipokalsemia postpartus pada sapi. Pada sapi, tranmisi asetilkolin dihambat oleh penurunan kalsium, menyebabkan paralisa ringan. Pada anjing betina, tranmisi asetilkolin tidak dihambat oleh hipokalsemia, yang kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pertautan neuromoskuler antara sapi dan anjing. Namun, adanya hilangnya kalsium-terikat membran pada anjing, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas membran muskuler terhadap ion, yang membutuhkan stimulus lebih sedikit untuk dipolarisasi. Akibatnya, gejala dipolarisasi otot spontan dan berulang, atau tetanus terjadi. Meskipun magnesium terlihat memiliki peran pada penyebab-penyebab tetanus tertentu pada ternak, kadar magnesium berada di dalam batas normal pada anjing dengan eclampsia. Kalsium yang diukur dalam serum untuk diagnosis seringnya merupakan kalsium total, namun hanya bentuk yang terionisasi yang penting untuk fungsi neuromoskuler normal. Uji untuk mengukur konsentrasi serum kalsium yang terionisasi secara luas tidak tersedia untuk dokter hewan praktisi, namun kalsium serum total harus diukur jika mungkin pada anjing yang sukar untuk diobati. Proporsi kalsium yang terionisasi dan tersedia untuk sel-sel otot menurun dengan alkalosis metabolik atau respiratorik. Anjing dengan eclampsia sering sekali hiperpneic dan dapat menyebabkan alkalosis, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kalsium terionisasi lebih lanjut.

Pengobatan

Pengobatan dengan pemberian kalsium secara IV lambat harus dimulai dengan segera setelah diagnosis klinis ditetapkan. Menurunkan suhu tubuh anjing secara bertahap, bersama dengan treatmen kalsium, mungkin diperlukan pada hewan-hewan yang demam ( > 1070 F).

Karena beberapa preparat kalsium tersedia secara komersial, dokter hewan harus mengetahui jumlah kalsium dasar relatif dan rute administrasi yang tepat dari produk-produk yang berbeda (tabel 7-5). Satu bagian teraputik adalah untuk memberikan larutan kalsium glukonat 10 % (0,22-0,44 ml/kg) dengan lambat secara intravena respon terhadap terapi dapat berbeda-beda, sehingga kisaran dari 1 hingga 20 ml kalsium glukonat 10% dianjurkan, 61 yang memasukkan kalsium perlahan – lahan untuk menimbulkan efek. Jumlah yang diberikan harus difiltrasi terhadap gejala klinis hewan dan dihentikan jika perubahan abnormal pada elektrokardiogram terjadi. Ketika gejala syarafi telah menghilang, jumlah kalsium tambahan dapat diberikan secara intramuskuler atau subkutan untuk efek yang lebih lama. Wallace dan Davidson32 menyarankan bahwa, ketika anjing sudah stabil setelah treatmen dengan kalsium secara intravena, larutan kalsium glukonat 10% yang diencerkan 50% dengan garam diberikan secara subkutan tiap 8 jam hingga anjing dapat dipertahankan pada kalsium oral. Seseorang harus menggunakan hanya preparat kalsium tersebut yang aman untuk rute pemberian yang diusulkan. Sebagai contoh, kalsium klorida sangat mengiritasi jika diberikan dengan rute pemberian apapun selain IV(tabel 7-5).

Tabel 7-5. konsentrasi kalsium dalam bermacam-macam preparat komersial

Bentuk dari

kalsium

Konsentrasi dari senyawa (g/100 ml)

Kalsium dalam senyawa (%)

Unsur kalsium (mg/ml)

Kalsium (mEq/ml)

Klsium glukonat

Kalsium boroglukonat

Kalsium glycerophosphate

Kalsium laktat

Kalsium glycerophosphate

Kalsium laktat

Kalsium chloride

23*

10*

5++

21.5 *

0.5 +

0.5______

1% solusi *+ ++

5.0+

5.0______

10% suspensi ++

5.0*

10.0*

9.30

9.30

9.30

9.30

19.07

18.37

19.07

18.37

27.2

27.2

21.40

9.30

4.65

20

1.87

18.71

13.60

27.20

1.07

0.46

0.23

1

0.09

0.93

0.68

1.36

*dapat diberi intravena + dapat diberi secara subkutan ++dapat diberi secara intramuskular . Diambil dari Wheeler SL, Magne ML, Kaufman J, et al: Postpartum disorders in the bitch. Compend Contin Educ Pract Vet 6:493, 500, 1984

Preparat kalsium sangat berbeda-beda dalam milligram per milliliter kalsium dasar. Sebagian contoh, larutan glukonate 10 % mengandung 9,3 mg/ml kalsium dasar dan larutan kalsium klorida 10% mengandung 27,2 mg/ml kalsium dasar. Satu preparat yang secara komersial tersedia untuk mengobati eclampsia anjing (larutan calphosan) 1%, (Gleenwood, tenafly,N) 62 mengandung 1 % larutan kalsium gliserofosfat dan kalsium laktat, yaitu hanya 1,87 mg/ml kalsium dasar. Dengan demikian, akan memerlukan kira-kira lima kali sebanyak larutan calphosan 1% untuk mengobati seekor anjing dengan eclampsia dengan kalsium glukonat 10%. Meskipun suspensi calphosan 10% secara komersial juga tersedia, suspensi ini belum diakui untuk digunakan pada anjing dan tidak bisa diberikan secara intravena. Suspensi calphosan telah dilaporkan untuk menyebabkan abses aseptik ketika diberikan intramuskuler kepada sapi. 4

Meskipun telah direkomendasikan sebagai terapi, glukokortikoid seharusnya tidak digunakan untuk mengobati anjing betina dengan hipokalsemia. Glukokortikoid menurunkan absorbsi intestinal dan meningkatkan ekskresi kalsium melalui ginjal. Jika anjing sudah stabil dan mampu untuk makan, suplementasi kalsium oral harus dimulai 1-3 gram kalsium karbonat (Tums E-X, SmithKline Beecham, Pittsburg, PA, 750 mg kalsium karbonat / tablet) atau kalsium glukonat perhari dapat diberikan dalam dosis terbagi untuk mencegah hipokalsemia kambuh. Terapi vitamin D dapat ditambahkan pada terapi kalsium oral, namun anjing harus dimonitor untuk memastikan bahwa hiperkalsemia tidak terjadi.

Anak anjing harus dipindahkan dari anjing betina untuk mengurangi pengeringan laktasi pada induk. Pemberian pakan dengan botol mungkin perlu pada beberapa kasus, tetapi banyak anak anjing mendekati umur sapih ketika terjadi eclampsia sehingga anak-anak anjing tersebut dapat mulai diberikan pakan padat atau sereal. Jika anak anjing terlalu muda untuk disapih , secara bertahap dapat disusui kembali (yaitu, menerima suplemen parsial melalui pakan botol) kepada anjing betina setelah anjing betina tersebut stabil dan memperoleh treatmen kalsium oral.

Pencegahan

Pakan seimbang dengan rasio kalsium : fosfor yang berkisar dari 1:1 hingga 1,2 : 1 dilaporkan sesuai untuk anjing bunting dan mungkin berguna dalam mencegah eclampsia. 38,60 Pakan yang direkomendasikan untuk anjing bunting termasuk kebuntingan/ laktasi/ pertmbahan yang mencukupi atau melebihi pedoman dari percobaan American Association of Feed Control Officers. Intake kalsium yang berlebihan selama kebuntingan berhubungan dengan meningkatnya kejadian hipokalsemia pada sapi-sapi postpartus, dan pakan dengan kalsium tinggi : rasio fosfor juga terlibat dalam predisposisi anjing betina terhadap eclampsia. Namun, penelitian terbaru mengatakan bahwa perbedaan kation-anion pakan dapat lebih penting daripada intake kalsium selama kebuntingan dalam mencegah hipokalsemia. Sapi-sapi yang diberi pakan yang sangat anionik (asam) lebih responsif terhadap hormon paratiroid, membuatnya untuk memobilisasi kalsium lebih cepat dari tulang. 63 Dengan demikian, memberi makan dengan pakan yang sangat anionik selama periode prepartus pertengahan, mengurangi kejadian hipokalsemia pada sapi perah. Apakah manipulasi pakan yang serupa selama kebuntingan akhir akan menguntungkan pada anjing betina belum diketahui. Meskipun rekomendasi-rekomendasi saat ini untuk mencegah eclampsia pada anjing termasuk memberikan pakan selama kebuntingan yang tidak mengandung kalsium yang berlebih, keuntungan pakan dengan rasio kalsium: fosfor yang bermacam-macam masih belum dketahui. Sepanjang laktasi, suplementasi kalsium dapat diberikan untuk mencegah eclampsia, khususnya pada anjing-anjing betina yang berada pada resiko untuk terjadinya penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Simmons J: Discusssion at Conell University (November 17-19, 1986) pertaining to nomenclature for small animal theriogenology. Theriogenol Newsl Jul/Aug 1989.

2. Olson PNS, Mather EC : Canine vaginal and uterine bacterial flora. J Am Vet Med Assoc 172:708-710, 1978.

3. Thrall MA, Olson PN: Cytologic characteristics of vaginitis and metritis. In Cowell RL, Tyler RD (eds): Diagnostic Cytology of the Dog and Cat. Goleta, CA, American Veternary Publications,1989, p 232.

4. Gilbert RO, Schwark WS: Pharmacolologic considerations in the management of peripartum conditions in the cow. Vet Clin North Am Food Anim Pract 8.29-56, 1992.

5. Olson JD, Bretzlaff KN, Mortimer RG, et al: The metritis-pyometra complex, In Morrow DA (ed): Curent Therapy in Theriogenology: Diagnosis, Treatment, and Prevention of Reproductive Disease in Small and Large Animals, 2nd ed. Philadelphia, WB Saunders, 1986, pp 227-236.

6. Bouters R, Vandeplassche M : Post partum infection in cattle: Diagnosis and preventive and curative treatment. J S Afr Vet Assoc 48:237-239, 1997.

7. Olson JD, Ball L, Mortimer RG: Therapy of postpartum uterine infections. In Proceecings of the Annual Meeting of the Society for Theriogenology, 1984, pp 170-178.

8. Bretzlaff KN: Rationale for treatment of endometrtis in the dairy cow. Vet Clin North am Food Anim Prac 3:593-607, 1987.

9. Van der Weyden GC, Taverne MAM, Dieleman SJ, et al: Physiological aspectcs of pregnancy and parturition in dogs. J Reprod Fertil Suppl 39: 211-224, 1989.

10. Wheaton LG, Pijanowski GJ, Weston PG, et al: Uterine motility during the estrous cycle: Studies in healthy bitches. Am J Vet Res 49:82-86, 1988.

11. Uvnas-Moberg K, Stock S, Eriksson M, et al: Plasma levels of oxytocin increase in response to suckling and feeding in dogs and sows. Acta Physiol Scand 124:391-398,1985.

12. Wheeler SL, Magne ML, Kaufman J, et al: Postpartum disorders in the bitch. Compend Contin Educ Pract Vet 6:493-500,1984.

13. Vandeplassche M, Coryn M, De Schepper J: Pyometra in the bitch: Cytological, bacterial, histological and endocrinological characteristics. Vlaams Diergeneeskd Tijdschr 60:207-211,1991.

14. Heape RB, Poyser NL. Prostaglandins in pyometrial fluid from the cow, bitch and ferret Br J Pharmacol 55:515-518,1975.

15. Evans HE, Christensen GC: The urogenital system (the mammae). In Evans HE (ed): Miller’s Anatomy o the dog, 3rd ed. Philadelphia, WB Saunders, 1993, pp 549-555.

16. Johnston SD: Management of the postpartum bitch and queen. Curr Vet Ther 8:959-961,1983.

17. Olson PN, Olson AL: Cytologic evaluation of canine milk. Vet med/ Small Anim Clin 79:641-646, 1984.

18. Kuhn G, Pohl of milk of clinically unnaffected lactating bithes of a canine research stock. Berl Munch Tierarztl Wochenschr 104:130-133, 1991.

19. Bingen E, Denamur E, Lambert-Zechovsky N, et al: analysis of DNA restriction fragment lenght polymorphism extends the evidence for breast milk transmission in Streptococcus agalactiae late-onset neonatal infection. J infect Dis 165:569-573, 1992.

20. Heedle RJ, Rowley D: Dog immunoglobulins. I. Imunochemical characterization of dog serum, parotid saliva, colostrum,milk and small bowel fluid. Immunology 29:185-195, 1975.

21. Gillette DD, filkins M: Factors affecting antibody transfer in the newborn puppy. Am J Physiol 210:419-442,1996.

22. Brambell FWR: Transmission of passive immunity in the cat and dog. In Brambell FWR (ed): The Transmission of Passive Imunity from tge Mother to Young. New york, American Elsevier, 1970, pp 279-296.

23. Poffendarger EMM,Olson PN, Chandler ML,et al: Use of adult dog serum as a substitute for colostrum in the neonatal dog. Am J, Vet Res 52: 1221-1224, 1991.

24. Bouchard G, Plata-Madrid H, Youngquist RS, et al: Absorbption of an alternate source of immunoglobulin in pups. Am J Vet Res 53:230-233, 1992.

25. Olson JD, Olson PN: Disorders of the canine mammary gland. In Morrow (ed): Current terapy in the Reogenology: Diagnosis Teratment, and Prefention of Reproductive diseases in Small and Large Animal, 2nd . Philadelphia, WB Saunders, 1986, pp 506-509.

26. Ziv G: Practical pharmacokinetic aspects of mastitis therapy. Paper presented at the Bovine Mastitis Regional Seminar, University of Wisconsin Veterinary Extension with Beecham Laboratories, Madison, Wisconsin, 1978.

27. Baggot JD: Principles of drug disposition in domestic animals. In the basis of Veterinary Clinical Pharmacology. Philadelphia, WB Saunders Co, 1977, pp 17-21.

28. Budsberg SC,Walker RD, Slusser P, et al : Norfloxacin therapy in infections of the canine urogenital tract caused by multiresistant bacteria. J Am Anim Hosp Assoc 25:713-716, 1989.

29. Gasser TC, Graversen PH, Larsen EH, et al: Quinolone penetration into canine vaginal and urethal secretions. Scand J Urol Nephrol 104:101-105, 1982.

30. Jones RL: Special considerations for appropriate antimicrobial therapy in neonates. Vet Clin North Am Small Anim Pract 17:577-602,1987.

31. Poffenbarger EM, Olson PN, Ralston SL,et al: Canine neonatology: part II. Disorders of the neonate. Compend Contin Educ Pract Vet 13:25-37,1991

32. Wallace MS, Davidson AP: Abnormalities in pregnancy, parturition and the periparturient period. In Ettinger SJ, Feldman EC (eds): Textbook of the veterinary Internal Medicine, Vol 2, 4th ed. Philadelphia, WB Saunders, 1995, pp 1614-1624.

33. Daley MJ, Coyle PA, Williams TJ, et al: Staphylococcus aureus mastitis: Pathogenesis and treatment with bovine interleukin-1 beta and interleukin-2. J Dairy Sci 74:4413-4424,1991.

34. Baytril (enrofloxacin). In Compendium of Veterinary Products, 3rd ed. Port huron, Ml, North American Compendiums, 1995-1996, pp. 194-195.

35. Ofloxacin. In USP DI, 15th ed. Rockville, MD, US Phamacopoeial Convention, 1995, p 916.

36. Kornachev AS: The role of antibiotics in the prevention of cross infections in newborn infants and mothers during the puerpurium. Antibiot Khimioterap 36:45-48, 1991.

37. Mosier JE: The puppy from birth to six weeks. Vet Clin North Am 8: 79-100,1978.

38. Sheffy BE: Nutrition and nutrional disorders. Vet Clin North Am 8(1) : 7-29, 1978

39. Phenothiazine. In USP DI, Vol II: Drug Information for the Health Care Professional, 10th ed. Rockville, MD, US Pharmacopoeial Convention, 1990, pp 111.

40. Rana JS, Gupta PP, Ahuja SP,: Biochemical changes f the milk in experimental caprine mastitis induced by Mycoplasma serogroup 11 (2-D). Acta Vet Hung 41:139-149,1993.

41. Levisohn s, Davidson I, Caro Vergara MR, et al: Use of an ELISA differential diagnosis of Mycoplasma agalactiae and M mycoides subspecies mycoides subspecies mycoides (LC) in Naturally infected goat herds. Res Vet Sci 51:66-71, 1991.

42. Einarsson S: agalactia in sows. In Morrow DA(ed) : Current therapy in Theriogenologi : Diagnosis, Treatment, and Prevention of Reproductive Disease in Small and Large Animals, 2nd ed. Philadelphia, WB Sunders Co, 1986, pp 935-937

43. Eilts BE, Paccamonti DL, Hosgood G, et al: The effect of ally-ternbolone as a progestational agent to maintain pregnancy in the ovariectomized bitch. In Proceedings of the 12th International Congress on Animal Reproduction, The Hague, The Netherlands, Congress Vol 4, 1992, pp 1770-1772

44. Roberts SJ: Veterinary Obtectrics and enital Disease (Theriogenology), 3rd ed. Woodstcok, VT, SJ Roberts, 1986, p 273.

45. Magnusson U, Holts H, Kindahl H, et al: Effect of mimicking prepartum concentration of estracdiol- 17 beta on the inflammatory response to endotoxin in gilts .Am J Vet Res 55:785-789, 1994.

46. Al-Bassam MA, Thomsom RG, O’Donnell L: Normal postpartum involution of the uterus in the dog. Can J Comp Med 45:217-232, 1981.

47. Sokolowski JH, Zimbelman RG, Goyings LS: Canine reproduction: Reproductive organs and related structures of the nonparous, parous, and postpartum bitch. Am J Vet Res 34 :1001-1013, 1973.

48. Yeager AE, Concannon PW : Seial ultrasonographic appareance of postpartum uterine involution in beagle dogs. Theriogenology 34:523-535, 1990.

49. Al-Bassum MA, Thompson RG, O’Donnell L: Involution abnormalities in the postpartum uterus of the bitch. Vet Pathol 18: 208-218, 1981.

50. Johnston SD: Subinvolution of placental sites. Curr Vet Ther 9:1231-1233, 1986.

51. Dickie MB, Arebeiter K: Diagnosis nd therapy of the subinvolution of placental sites in the bitch. J Reprod Fertil Suppl 47:471-475, 1993.

52. Beck AM, McEntee K: Subinvolution of placental sites in a postpartum bitch. A case report. Cornell Vet 56: 269-227,1996.

53. Glenn BL: Subinvolution of placental sites in bitch. In Proceedings of the 18th Gaines Veterinary Symposium. White Plains, NY, Gaines Research Centre, 1986, p 7.

54. Shall WD, Duncan JR, Finco OR, et al: Spontaneous recovery after subinvolution of placental sites in a bitch. J Am Vet Med Assoc 159: 1780-1782, 1971.

55. Wheeler SL: Subinvolution of Placental sites in the bitch. In Morrow DA (Ed): Current Therapy in Theriogenology: Diagnosis, Treatment, and Prevention of Reproductive Disease in Small and Large Animals, 2nd ed. Philadelphia, WB Saunders, 1986,pp 513-515.

56. Reberg SR, Peter AT,Blevins WE: Subinvolution of placental sites in dogs. Compend Contin Educ Pract Vet 14:789-796,1992.

57. Kaufman J: Eclampsia in the bitch. In Morrow DA(ed): Current Therapy in Therigenology: Diagnosis, Treatment, and Prevention of Reproductive Diseases in Small and Large Animals, 2nd ed. Philadephia, WB Sauders, 1986 pp 511-512

58. Mosier JE: disorders in the postparturient bitch. In Morrow DA (ed): Current Theraphy in Theriogenology. Philadelphia, WB Saunders, 1980,pp 608-614.

59. Burke Tj: Postparturient problems in the bitch. Vet Clin North Am 7:693-698, 1977.

60. Martin SL, Capen CC: Puerpural tetany. Curr Vet Theri 7:1027-1029,1980.

61. Feldman EC: Disorders of the parathyroid glands. In Ettinger SJ, Feldman ec (eds): Textbook of Veterinary Internal Medicine, Vol 2, 4th ed. Philadelphia, WB Saunders, 1995, pp 1437-1465.

62. Calphosan Solution 1%. In Compendium of Veterinary Products, 2nd ed. Port Huron, Mi, north American Compendiums, 1993, pp 250-251.

63. Goff JP, Horts RL, Mueller FJ, et al: Addition of chloride to a prepartal diet high in cations increase 1,25-dihydroxyvitamin D response to hypocalsemia preventing milk fever. J Dairy sci 74: 3863-3871, 1991.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar