Jumat, 21 Mei 2010

CANDIDIASIS


Genus Candida terdiri dari 200 spesies lebih. Candida albicans, spesies yang sering dihubungkan dengan penyakit pada hewan, tidak mempunyai stadium seksual. Spesies ini dapat tumbuh secara aerobik pada temperatur 37 0C pada media umum termasuk Sabouraud Dextrose Agar. Koloni terdiri sel kecambah berbentuk oval dengan ukuran 5.0 x 8.0 μm. Pada jaringan hewan, C. albicans dapat menunjukkan polimorfisme dalam bentuk pseudohifa atau hifa (Gbr. 40.1). Pada media tertentu, secara spesifik spesies ini memproduksi sel istirahat berdinding tebal, dikenal dengan chlamydospore (chlamydoconidia).

Habitat Alami

Spesies Candida berada di seluruh dunia pada material tumbuhan, dan sebagai komensal pada saluran digesti dan urogenital pada hewan dan manusia. Candida albicans yang diisolasi dari lingkungan lebih jarang dibandingkan spesies Candida lain, menunjukkan adaptasi parasitik dibandingkan saprofitik.

Diferensiasi spesies Candida

· Kebanyakan spesies Candida memiliki penampakan koloni yang mirip. Koloninya yaitu berwarna putih, terang dan cembung, dengan diameter 4 sampai 5 mm setelah inkubasi selama 3 hari.

· Subkultur pada media indikator dapat menunjukkan kemungkinan identifikasi dari C. albicans, C. krusei, dan C. tropicalis dilihat dari dasar koloni yang terbentuk (Odds and Bernaerts, 1994).

· Uji asimilasi karbohidrat dan fermentasi, dapat menunjukkan identifikasi pasti dari suatu spesies.

· Kit uji yang tersedia komersial, memberikan hasil selama 24 sampai 48 jam, biasanya digunakan diferensiasi spesies pada laboratotrium diagnostik.

· Karakteristik C. albicans yang dapat digunakan untuk identifikasi dugaan yaitu:

­ Tumbuh pada suhu 37 0C

­ Produksi chlamydospore pada kultur yang terendam yaitu pada agar cornmeal

­ Produksi germ tube selama 2 jam, saat diinkubasi pada serum dengan suhu 37 0C

­ Tumbuh pada SDA yang mengandung cycloheximide

PATOGENESIS DAN PATOGENESITAS

Candida albicans, khamir yang berperan dalam penyakit pada hewan, memiliki beberapa factor virulensi (Cutler, 1991). Organisme ini mempunyai permukaan molekul yang mirip integrin yang dapat menyebabkan adhesi pada protein matriks. Sebagai tambahan, permukaan struktur dapat mengikat fibrinogendan komponen komplemen. Produksi protease dan fosfolipase dapat membantu invasi jaringan. Fenotipik switching, telah ditunjukkan pada pada C. albicans, yang dapat memfasilitasi evasi pada mekanisme pertahanan hospes.

Pada stadium awal infeksi, mekanisme penghilangan oleh proses fagositik mengeliminasi sel khamir. Sel-sel tersebut merupakan sel yang belum jelas berubah menjadi bentuk hifa. Fosfolipase, yang terkonsentrasi pada ujung hifa, dapat meningkatkan tingkat invasi. Bentuk mukokutaneus yang terlokalisir pada penyakit candidiasis dihubungkan pertumbuhan yang cepat dari C. albicans flora normal pada rongga mulut atau gastrointestinal dan saluran urogenital. Faktor predisposisi termasuk kerusakan pada imunitas cell-mediated, penyakit yang terjadi saat itu, gangguan flora normal akibat obat antimicroba dan kerusakan mukosa akibat handling kateter yang buruk. Mukosa yang terinfeksi menjadi tebal dan kadang hiperemis.

Penyebaran lewat aliran darah dapat terjadi akibat invasi vaskuler oleh hifa atau pseudohifa, menghasilkan infeksi sistemik.

Prosedur Diagnostik

· Spesimen untuk kultur dan histopatologi diantaranya sampel biopsi atau jaringan postmortem dan sampel air susu.

· Potongan jaringan, diwarnai dengan metode PAS atau methenamine silver, dapat memperlihatkan sel kecambah khamir atau hifa.

· Kultur diinkubasi secara aerobik pada suhu 37 0C selama 2 sampai 5 hari pada SDA, dengan atau tanpa cycloheximide.

· Kriteria identifikasi terhadap isolat:

­ Koloni yang secara spesifik menghasilkan sel kecambah khamir.

­ Tumbuh pada media yang mengandung cycloheximide (spesifik untuk C. albicans).

­ Morfologi koloni pada CHROMagar Candida

­ Profil biokimia

­ Produksi chlamydospore dan germ tube (spesifik untuk C. albicans).

Infeksi Klinis

Infeksi oportunistik akibat spesies Candida, yang uncul secara sporadik, biasanya dihubungkan dengan imunosupresi atau penggunaan obat antimikrobial yang diperpanjang. Kondisi klinis ditunjukkan pada tabel 40.1. Spesies Candida yang overgrowth dapat menghasilkan kerusakan mukosa lokal pada saluran digesti atau urogenital.

Penebalan esofagus atau tembolok pada ayam yang masih muda dapat dihubungkan dengan penggunaan antibiotik yang diperpanjang. Mikotik stomatitis telah diaporkan pada anak anjing, anak kucing, dan anak kuda (McClure et al., 1985). C. albicans dihubungkan dengan ulserasi gastroesofageal pada babi dan anak kuda (Kadel et al., 1969; Gross dan Mayhew, 1985 ). Penularan candidiasis jarang terjadi pada babi, sapi, anjing dan kucing.

Aborsi pada sapi yang disebabkan oleh spesies Candida telah dilaporkan (Foley dan Schlafer, 1987). Sebagai tambahan, sejumlah spesies Candida telah diisolasi dari kasus mastitis pada sapi (Richard et al., 1980). Mastitis mikotik muncul secara sporadik sebagai konsekuensi tercemarnya preparat intramamari atau kontaminasi lingkungan yang berat (Elad et al., 1995). Biasanya satu kuartir yang terserang dan eliminasi spontan terhadap infeksi sering terjadi. Jarang terjadi dimana sel khamir dapat bertahan sampai 12 bulan.


Candida albicans

Candidiasis pada unggas merupakan penyakit oportunis pada unggas, sering menyerang traktus gastrointestinal. Penyakit ini sering dilihat pada burung muda atau yang terimunosupres dan kadang terjadi akibat treatmen berkepanjangan menggunakan antiibotik. Organisme yang paling sering menjadi penyebab penyakit pada burung peliharaan yaitu Candida albicans, walaupun C. parapsilosis telah dilaporkan sebagai penyebab infeksi sistemik (19).

C. albicans dapat ditemukan dan merupakan flora normal traktus gastrointestinal unggas. Penyakit muncul ketika kolonisasi superfisial yang tidak berbahaya berkembang menjadi invasi ke jaringan yang lebih dalam, hal ini sangat bergantung pada berkurangnya faktor resistensi hospes (10). Bakteri flora normal dari mulut dan permukaan mukosa gastrointestinal mempunyai efek menghambat terhadap pertumbuhan spesies Candida. Oleh karena itu, supresi flora normal ini oleh penggunaan antibiotik (terutama tertasiklin), atau perubahan pH dapat menyebabkan propagasi fungi. Invasi ke jaringan yang lebih dalam dapat meluas dari lesi superfisial ketika pertahanan dalam kondisi jelek, baik imunosupresi lokal atau sistemik. Jika tidak ditangani maka penyebaran infeksi akan melanjut.

Faktor predisposisi imunosupresif pada perkembangan candidiasis serupa dengan aspergillosis. Sebagai tambahan, candidiasis biasanya muncul sebagai infeksi sekunder setelah infeksi bakteri atau viral, atau dari lesi yang disebabkan oleh hipovitaminosis A. Ingluvitis mikotik yang disebabkan oleh spesies sering terjadi pada burung muda, karena status imun mereka yang belum sempurna dan perkembangan mikrofolra gastrointestinal yang imatur. Faktor pemeliharaan, seperti higien yang jelek dan kontaminasi silang formula pakan dan suplemennya, dapat menyebabkan penyebaran penyakit.

Candidiasis lebih sering terjadi pada traktus gastrointestinal, terutama pada usus kecil, mulut, tembolok, esofagus, proventrikulus, dan ventrikulus (6, 23). Lesi juga telah dilaporkan terbentuk pada kloaka, traktus respiratori, kulit, glandula uropigial, paruh, dan mata (2,12, 22, 28).

Gejala Klinis

Gejala klinis pada traktus gastrointestinal merupakan yang paling sering ditemukan. Infeksi pada mukosa tembolok (ingluvitis) dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, regurgitasi, atau lambatnya pengosongan tembolok. Pada infeksi yang lebih dalam, hal ini dapat melanjut menjadi stasis tembolok dan penebalan tembolok yang dapat terpalpasi. Gejala terutama terlihat pada terjadi pada noenatus, dan kondisi ini biasa disebut oleh aviculturist sebagai “sour crop”. Dengan terjadinya infeksi pada proventrikulus dan traktus gastrointestinal bagian bawah, muntah, lemah, kehilangan berat badan, dan diare juga dapat terjadi. Malnutrisi akibat berkurangnya motilitas gastrointestinal dan berkurangnya absorbsi nutrien sering terjadi pada kasus candidiasis enterik kronis. Infeksi pada tembolok, proventrikulus dan traktus gastrointestinal bagian bawah dapat muncul secara bersamaan.

Infeksi lokal pada mulut atau paruh dapat menyebabkan halitosis, eksudat mukoid, atau adanya lesi kaseus putih pada cavum oral. Jika kolonisasi spesies Candida muncul pada traktus respiratori, gejala klinis mirip dengan yang dideskripsikan pada rinitis atau obstruksi saluran udara yang disebabkan aspergillosis. Infeksi okular, dermal, venereal, dan glandula uropigial telah dilaporkan pada spesies nonpsittacine.

Diagnosis

C. albicans merupakan flora normal pada traktus gastrointestinal unggas, oleh karena itu, kultur atau identifikasi khamir pada pengecatan gram tidak dapat dijadikan penguat diagnosis (26, 27). Diagnosis berdasarkan sejarah penyakit atau sattus imunosupresif, gejala klinis, lesi yang terlihat, identifikasi khamir dalam jumlah besar, kultur positif, dan/atau identifikasi pseudohifa pada sampel jaringan (5).

Ingluvitis, bila teramati, tembolok dapat divisualisasi langsung lewat pemeriksaan endoskopik. Pada infeksi superfisial, tembolok dapat terlihat hiperemik dan ditutupi eksudat mukoid. Sampel eksudat harus diambil untuk pemeriksaan sitologik dan kultur. Pada infeksi yang lebih dalam, mukosa tembolok dapat terlihat menjadi kasar dan ditutupi dengan eksudat mukoid sampai kataral. Dengan berkembangnya penyakit, plak berwarna putih dapat terlihat, melanjut ke pembentukan membran difterik, atau karateritik “turkish towel” pada mukosa (6, 7). Jika infeksi terjadi pada proventrikulus dan tembolok terlihat normal, lesi yang serupa dapat teramati pada proventrikulus lewat endoskopi pada burung dengan berat badan lebih dari 500 g. Pada burung yang lebih kecil, proventrikulus dapat diperiksa menggunakan endoskop yang dimasukkan lewat incisi pada tembolok.

Sampel yang diambil untuk pemeriksaan sitologik dari tempat infeksi dapat dicat menggunakan metode Dif-Quick, Gram, atau metilen biru. Adanya pseudohifa, yang muncul sebagai rantai tipis yang tidak bercabang terdiri dari sel tubular, mengindikasikan invasi jaringan (Gambar 20-5). Blastofor, terlihat oval, khamir berdinding tipis dengan diameter 3 sampai 6 μm dengan budding yang lebar pada dasarnya (Gbr 20-5, insert). Khamir dengan jumlah yang besar pada sampel mulut, tembolok, atau feses yang dicat dapat mendukung diagnosa candidiasis. Spesies Candida tumbuh pada SDA, membentuk koloni putih selama 1 sampai 3 hari.

KOLEKSI SAMPEL

Sampel dari materi klinis seperti kerokan lesi mukosa harus dikoleksi secara aseptik dan ditempatkan pada kontainer steril. Swab kapas yang steril dapat digunakan untuk koleksi sampel. Bagian pegangan swab dapat dipatahkan saat swab dimasukkan pada tabung steril untuk dikirim ke laboratorium. Sampel dari materi klinis seharusnya diproses untuk kultur beberapa saat setelah koleksi, atau dapat disimpan selama beberapa jam atau lewat malam pada suhu 4 0C. Bagian sampel dapat diperiksa untuk yeast dengan mikroskop cahay menggunakan preparat KOH, pengecatan gram, atau pengecatan fungi spesifik.

KULTUR MEDIA DAN SUBSTRAT

Materi segar yang dikoleksi dapat diulaskan pada Sabouraud’s dextrose agar dengan chloramphenicol dan cycloheximide (yang sama dengan agar Mycosel; BBL Microbilogy Systems, Cockeysville, MD) atau agar Mycobiotic (Difco). Plat yang tepat harus dipersiapkan sehingga dapat diinkubasi pada suhu 24 0C dan juga pada 37 0C. Plat tambahan yang mengandung kloramfenikol cukup diulas dan diinkubasi, karena beberapa isolat Candida sensitif terhadap cycloheximide. Semua plat diperiksa setiap hari tapi tidak boleh dibuang sampai satu bulan, dimana pada beberapa yeast akan mulai memperlambat pembentukan koloni (6). Sebagian koloni harus diuji kemurniannya dengan membuat preparat basah menggunakan lactophenol cotton blue atau pengecatan apus menggunakan pengecatan gram. Jika terkontaminasi, harus dimurnikan dengan mengulas kembali. Bagian dari koloni murni ditransfer pada SDA miring, dan digunakan untuk prosedur identifikasi.

IDENTIFIKASI

Pemeriksaan mikroskopis langsung dari materi klinis segar dapat digunakan untuk menunjukan infeksi pada jaringan, yaitu dengan terlihatnya pseudohifa, fragmen hifa, atau sel yeast budding. Sel Candidia tercat gram positif. Bentukan pseudohifa dan yeast yang muncul bersamaan biasanya mengindikasikan Candida spp. Cornmeal agar (Difco), berguna untuk mengidentifikasi C. albicans, dengan atau tanpa penambahan 0.5% Tween 80 (BBL) atau jenis lain “chlamydoconidia” atau agar chlamydospore. Buat sayatan pada media dengan ose kaku atau ujung bengkok yang diinokulasi bagian kecil kultur yeast yang belum diketahui yang diambil dari palt SDA. Tutupi sayatan menggunakan coverglas flame-sterilized. Inokulasi kultur C. albicans pada plat yang sama dengan cara yang sama. Untuk identifikasi, diinkubasikan pada suhu ruangan (24 0C) dan dibandingkan tiap hari selama 2 atau 3 hari. Plat dapat diperiksa menggunakan mikroskop, dengan melihat bagian belakang plat sepanjang sayatan dan juga lewat coverglass sepanjang ujung ulasan. Bentukan chlamydoconidia sepanjang akhir atau sisi pseudohifa merupakan karakteristik C. albicans.

Karena agen utama candidiasis di unggas adalah C. albicans, sebuah isolat diperiksa pertama kali untuk menentukan spesies tersebut atau bukan. Sebagai tambahan uji untuk chlamydoconidia, C. albicans dapat dengan segera diidentifikasi dengan kemampuannya untuk meproduksi germ tubes ketika sel yeast diinokulasikan pada serum dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 32 sampai 3 jam. C. tropicalis dapat memproduksi chlamyconidia kecil dan dapat memproduksi sel pseudohifa yang panjang yang serupa dengan germ tube, oleh karena itu germ tube harus diperiksa secara seksama. C. stellatoidea, kemungkinan varian dari C. albicans, dapat dibedakan karena spesies ini tidak mengasimilasi sukrosa.

Koloni Candida spp. pada SDA mempunyai aroma seperti yeast, yang muncul pada hari ke 1 sampai 3, dan biasanya berwarna putih dan permukaannya halus. Sel yeast mempunyai tunas ketika diperiksa dibawah mikroskop cahaya dan berukuran 3-4 x 6 μm. Chlamydoconidia, jika terbentuk dalam agar chlamydospore, terlihat berdinding tebal, bulat, terletak terminal pada cabang sepanjang cluster tunas pada sisi hifa.

Identifikasi spesies lain Candida telah dicoba secara konvensional dengan uji fermentasi dan asimilasi. Uji ini masih direkomendasikan dimana ditemukan yeast yang tidak biasa ataupun yeast yang belum teridentifikasi oleh metode lain yang lebih cepat.

Karena hasil fermentasi kurang dapat dipercaya dibanding asimilasi karbohidrat, uji asimilasi digunakan untuk uji auxanografik yang direkomendasikan untuk identifikasi cepat yeast yang penting dalam bidang klinis. Sistem ini, dikenal sebagai API 20 C yeast identification system, tersedia komersial (Analytab Products,Plainview, NY) dan dibuktikan memberikan hasil yang lebih baik dibanding dua sistem identifikasi yeast yang komersial lain (20). Bagaimanapun, evaluasi morfologis harus dilakukan dalam teknik auxanografik ini. Dan juga, variasi asimilasi karbohidrat dapat muncul pada satu spesies, menghasilkan lebih dari satu strain untuk kasus mikosis tembolok ini (23).

IDENTIFIKASI SEROLOGIS

Walaupun tidak ada uji serologis yang digunakan untuk candidiasis unggas, uji aglutinasi telah digunakan untuk identifikasi spesies Candida yang penting dalam dunia medis, dan faktor sera spesifik telah dilkembangkan untuk beberapa spesies Candida (9). Probe molekuler telah dikembangkan (12), tapi masih terdapat pembatasan penggunaan.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Pox, trichomoniasis pada traktus digesti bagian atas, lesi toxin (T-2 toxin dan asam cyclopiazonic), dan histomoniasis dapat menjadi diferensial diagnosis untuk candidiasis.


Pengobatan

Infeksi superfisial yang terbatas pada traktus gastrointestinal biasanya merespon baik terhadap nystatin oral (Mycostatin, Squibb) pada 300,000 unit/kg setiap 8 jam (35). Nystatin aman dan efektif, tapi tidak diabsorbsi sistemik, hanya kontak dengan jaringan yang terinfeksi saja. Flucytosine yang diberikan peroral pada 60 mg/kg setiap 12 jam juga dapat digunakan untuk mengobati candidiasis; namun, sering terjadi resistensi cepat dari khamir terhadap obat ini (16).

Infeksi berat dan resisten dapat diobati dengan ketoconazole atau fluconazole. Tablet Ketoconazole dapat dihancurkan dan dicampur denagn cairan asam (misal air jeruk) dan diberikan peroral pada 20 sampai 30 mg/kg setiap 13 jam. Fluconazole dikenal sebagai agen antifungal paling efektif terhadap khamir pada jaringan, dan merupakan drug of choice untuk infeksi khamir resisten dan okuler dan infeksi CNS (16). Fluconazole dapat diberikan pada 2 sampai 5 mg/kg setiap 24 jam (32). Regurgitasi dapat terjadi pada beberapa burung, terutama kakatua. Beberapa burung yang menderita candidiasis memiliki memilki imunosupresi, dan oleh karena itu terapi suportif dan eliminasi infeksi yang terjadi penting untuk keberhasilan pengobatan.

Untuk antifungal sistemik dapat diberikan topikal untuk lesi oral atau kutaneus terdiri dari 3% salep amphotericin B. Lesi okuler juga dapat diterapi dengan 3% amphotericin B atau injeksi subkonjungtival larutan 25 mg amphotericin per mililiter air steril (12). Rhinitis pada candidiasis dapat diterapi seperti pada aspergillosis.

Pencegahan

Candidiasis merupakan penyakit oportunis, infeksi sekunder. Pengurangan tingkat stres dan lingkungan yang bersih dapat membantu pencegahan peyakit ini. Pada pemeliharaan bayi burung, peralatan harus didesinfeksi setelah dipakai. Sisa-sisa suplemen untuk sekali pakai harus segera dibuang. Jika dalam pemeliharaan terdapat sejarah penyakit ini, maka nystatin dapat ditambahkan pada suplemen dengan dosis 100.000 unit/50 ml suplemen.

Nistatin dapat digunakan dengan dosis yang sama dengan dosis antibiotik, bila telah dilakukan pengobatan antibotik yang diperpanjang. Chlorhexidine (Nolvasab, Fort Dodge) yang diberikan pada air minum (20 ml dari 2% larutan per galon air) dapat digunakan untuk kontrol, tapi tidak sebagai terapi (16).

2 komentar:

  1. Kak mau tanya dong kucing ku sakit gak sembuh2 di bibir nya ada ulser gitu obat nya apa ya

    BalasHapus
  2. Kak mau tanya dong kucing ku sakit gak sembuh2 di bibir nya ada ulser gitu obat nya apa ya

    BalasHapus