Enterotomi merupakan operasi membuka dinding usus untuk mengambil benda asing dan dilakukan apabila jaringan usus masih baik, yaitu bila pulsasi masih ada, jaringan tidak mengalami nekrosis, elastisitas usus masih baik dan warna jaringan masih muda. Enterotomi dilakukan untuk menghindari terjadi nekrosis pada usus yang disebabkan benda asing (Annis and Allen, 1974).
Benda asing merupakan benda yang tidak biasa ada di suatu tempat dan sering bersifat merusak pada daerah yang ditempati. Kejadian benda asing pada usus akan mengganggu kelancaran fungsi usus dan laju makanan ke arah anus. Benda asing banyak menjadi penyebab utama terjadinya obstruksi intestinum pada anjing dan kucing dan sering terjadi pada hewan muda. Adanya benda asing biasa terjadi pada anjing muda yang masih lincah dengan keingintahuan yang tinggi dan suka bermain dan cenderung langsung menelan makanan merupakan faktor predisposisi kejadian benda asing pada saluran pencernaan. Selain itu disebabkan juga oleh kekurangan konsumsi pakan yang tetap sehingga mencari makanan tambahan. Benda asing yang biasa ditemukan pada intestinum adalah batu, koin, tutup botol dan lain-lain. Keberadaan benda asing pada intestinum tidak selalu menimbulkan obstruksi pada saluran pencernaan. Biasanya tergantung kepada lama benda asing tersebut berada dalam saluran pencernaan, besar benda asing atau lama pergerakan benda asing di dalam saluran pencernaan. Distensi intestinum yang berlanjut akibat obstruksi akan mengakibatkan gangguan aliran darah (Archibald, 1974).
Diagnosa terhadap benda asing dapat ditentukan dengan palpasi daerah abdomen dimana ditemukan masa pada dinding dasar abdominal. Diagnosa juga dapat dilaksanakan melalui pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat bentukan radioopaque, tidak tembus sinar x-ray karena benda asing bersifat padat pada daerah tersebut (Archibald, 1974).
Teknik operasi enterotomi yang dilakukan adalah dengan (1) mengincisi 8-10 cm pada caudal midline di belakang umbilicus, (2) Incisi kulit, subkutan dan linea alba dibuka, (3) usus halus dicari dan dikeluarkan, (4) usus halus dipegangi dengan forceps metzebaum atau stay sutures, (5) usus diiris longitudinal di bagian di mana vaskularisasi sedikit atau sebesar benda asing atau tidak lebih dari 1,5 kali diameter lumen usus, (6) benda asing dikeluarkan semua, (7) incisi pada usus dipertautkan lagi dengan pola jahitan Connel (jahitan mencapai daerah lumen usus) atau pola jahitan Cushing atau Lambert (Archibald, 1974; Kumar, 1997).
Setelah proses enterotomi selesai, maka sangat penting sekali untuk mengetahui dan meyakinkan apakah daerah jahitan usus tidak tersumbat atau tidak bocor, juga untuk mengetahui kekuatan maupun keutuhan jahitan tersebut. Menurut Archibald (1974), ada beberapa cara dan tehnik untuk menguji jahitan usus yaitu :
1. Menekan jari kelingking ditempat jahitan maka akan terasa buntu atau tidaknya sambungan usus tersebut.
2. Menekan jari telunjuk dan ibu jari pada jahitan usus.
3. Memijat usus di dekat jahitan dan melintaskan isi usus melalui jahitan, jika tempat jahitan itu bocor maka sebagian isi usus akan keluar.
4. Menyuntikkan larutan penstrep kedalam lumen jahitan usus tersebut. Bila larutan tidak keluar maka jahitan usus sudah baik.
5. Jika ada kebocoran maka pada tempat tersebut dijahit dengan metode cushing sampai kebocoran dapat diatasi.
Premedikasi
Premedikasi dalam proses operasi bertujuan untuk memudahkan dalam anestesi dan membuat hewan menjadi lebih tenang. Sedativa, transquliser dan analgetika dapat digunakan dalam premedikasi untuk mengurangi iritabilitas saraf pusat sehingga meningkatkan efek anestesi (Hall, 1977).
Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi bermanfaaat untuk membuat hewan menjadi lebih tenang dan terkendali, mengurangi dosis anastesi, mengurangi efek-efek otonomik dan efek samping yang tidak diinginkan, serta mengurangi nyeri pre-operasi. Premedikasi adalah untuk meniadakan kegelisahan, hewan menjadi lebih tenang dan terkendali, meningkatkan sekresi saliva dan reaksi yang menyebabkan kejang-kejang, bradikardia selama anastesi, memperkuat efek anastesi sehingga bekerja lebih dalam dan durasinya dapat ditentukan untuk memperlancar induksi dan mengurangi keadaan gawat anastesi, serta mengurangi efek-efek samping yang tidak diinginkan serta nyeri pada pre-operasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Atropin Sulfat
Atropin Sulfat merupakan obat premedikasi golongan antikolinergik yang paling sering digunakan. Keuntungan antikolinergik sebagai premedikasi adalah mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama bila dipakai obat anastetik yang menimbulkan hipersekresi kelenjar saliva, menurunkan keasaman cairan gastrium, menghambat bradikardia oleh stimulasi vagal, menurunkan motilitas intestinal, dan menyebabkan bronchodilatasi (Boothe, 2001; Sardjana dan Kusumawati, 2004). Atropine sulfat merupakan obat yang dapat memblokir kerja syaraf parasimpatik. Efeknya mampu mengurangi aktivitas traktus digestivus, menekan urinasi dan aksi nervus vagus, kerugiannya adalah peningkatan kecepatan metabolisme, peningkatan denyut jantung, dapat menyebabkan bradikardia atau takikardia dan dilatasi pupil (Lane and Cooper, 2003). Dosis pada anjing adalah 0,04 mg/kgBB dengan konsentrasi 0,025% secara subkutan (Tenant,2002).
Anestesi Umum
Anastesi umum adalah suatu kedaan tidak sadar akibat intoksikasi sistem syaraf pusat yang bersifat reversibel dan terkontrol, sedangkan sentivitas terhadap stimulasi yang berasal dari luar menurun dan respon motor terhadap stimulasi akan berkurang. Secara umum anestesi umum terbagi menjadi 4 stadium, sedangkan pada stadium III dibagi lagi menjadi 4 plane.
1. Stadium I (Analgesisia)
Stadium analgesia dimulai dari hilangnya kesadaran. Pada stadium ini hewan berusaha melepaskan diri dari pengaruh anestesi dan juga ditandai dengan adanya defekasi, urinasi, pulsus meningkat, dilatasi pupil, peningkatan sekresi saliva dan sekresi bronchial. Pada akhir stadium ini hewan menjadi lebih tenang dan mulai menampakkan efek analgesia.
2. Stadium II (Dellirium atau eksitasi)
Stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat gerakan yang tidak menurut kehendak dan terlihat jelas adanya eksitasi. Pernafasan tidak teratur, tonus otot meningkat, inkonentia urine, muntah, medriasis, hipertensi, takikardia. Pada stadium ini bisa terjadi kematian dan untuk mencegahnya stadium ini harus cepat dilewati.
3. Stadium III (Pembedahan)
Stadium pembedahan dimulai dengan teraturnya pernafasan, tanda yang harus dikenali yaitu :
a. Pernafasan tidak teratur pada stadium II telah menghilang.
b. Reflek kelopak mata dan konjungtiva menghilang, bila dilepas tidak akan menutup dan kelopak mata tidak berkedip jika bulu mata disentuh.
c. Kepala dapat digerakkan bebas ke kanan atau ke kiri.
d. Gerakan bulu mata yang tidak menurut kehendak merupakan tanda spesifik untuk permulaan stadium III.
Stadium III dapat dibagi menjadi 4 plane berdasarkan tanda-tanda sebagai berikut :
Plane I. Pernafasan teratur, spontan, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pernafasan dada perut seimbang dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang belum sempurna.
Plane II. Pernafasan teratur tetapi kurang dalam bila dibandingkan tingkat I, bola mata tidak bergerak, pupil mulai melebar, relaksasi otot rangka sedang dan refek laring hilang.
Plane III. Pernafasan perut lebih nyata dibandingkan pernafasan dada, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih besar dari tingkat II tapi belum maksimal.
Plane IV. Pernafasan perut sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil mata sangat lebar dan reflek terhadap cahaya hilang.
4. Stadium IV (Paralisa)
Stadium paralisa dimulai dengan melemahnya pernafasan perut dibandingkan dengan plane IV, tekanan darah tidak dapat diukur, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya mati.(Brander et al., 1991).
Ketamin HCl
Ketamin merupakan produk anesthesia disasosiatif dimana ketamin dapat menimbulkan efek analgesia dan amnesia tetapi relaksasi muskulus yang buruk (Brander and Pugh, 1977). Ketamin dapat menimbulkan efek analgetik visceral dan somatik dan dapat menghambat pusat rasa sakit (Tenant, 2002). Fungsi respirasi menurun, tetapi akan meningkatkan kadar gula darah dalam hati dan tekanan darah. Tidak menyebakan problem terhadap ekskresi saliva, reflek menelan tetap ada dan mata tetap membuka (Brander et al, 1991). Dosis yang digunakan untuk anjing adalah 10-20 mg/kgBB dimana onset akan timbul dalam waktu 3-5 menit. Efek dari ketamin dapat bertahan kurang dari 30 menit tetapi masa rekoveri dapat berlangsung selama 2-6 jam. Dosis tambahan perlu diberikan 30-50 % dari dosis induksi (Sawyer, 1982).
Xylazine
Xylazine merupakan obat agonis reseptor adrenergik alpha 2, sedativa non narkotik yang paling kuat dan analgesik visceral yang baik dan menimbulkan relaksasi muskulus (Sawyer, 1982; Tenant, 2002). Efek sedativa dan analgesik akan mendepres sistem syaraf pusat dan relaksasi muskulus didasarkan atas hambatan transmisi impuls intraneural dalam sistem syaraf pusat. Efek samping yang dilaporkan dalam penggunaan klinis adalah terjadi hipertensi, bradikardia dan muntah sehingga perlu diberikan premedikasi menggunakan Atropine Sulfat. Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 mg/kgBB secara intramuskuler atau subkutan. Efek dari xylazine dapat bertahan selama 1-2 jam (Sawyer, 1982).
Ketamine-Xilazine
Kombinasi antara ketamin dan xilazine merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen ini untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranastesi secara baik dengan menggunakan kombinasi ini. Anastesi dengan ketamin xilazine memiliki efek lebih pendek jika dibandingkan denga pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konfulsi. Emesis sering terjadi pasca pemberian ketamin xilazine, tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin xilazine. Efek anastesi akan timbul setelah 10-30 menit, dan kembalinya kesadaran timbul setelah 1-2 jam (Jones and Lumb, 1984).
Antiseptik dan Desinfektan
Alkohol 70%
Alkohol 70%merupakan antiseptik dan desinfektan yang baik. Alkohol bekerja dengan cara mendenaturasi protein, interupsi metabolik dan melisiskan sel. Alkohol bersifat korosif terhadap peralatan stainless steel (Fossum, 2002).
Kalium Permanganat
Kalium Permanganat (KMnO4) tersedia dalam bentuk kristal berwarna ungu dan mudah larut dalam air. PK mempunyai daya membunuh kuman yang tinggi. Hampir semua jenis kuman dapat terbunuh dengan antiseptik ini. Dalam konsentrasi yang tidak merusak jaringan, spora kuman tidak terpengaruh oleh PK (Brander et al., 1991).
Iodium Tincture 3%
Iodium Tincture 3% merupakan preparat halogen yang mempunyai efek bakteri yang sangat poten, karena afinitasnya yang tinggi terhadap protoplasma bakteri. Preparat ini mengandung 3% iodine dalam larutan alkohol. Bakteri akan mati setelah kontak dengan iodium selama 1 menit, sedangkan sporanya akan mati setelah kontak selama 15 menit (Brander et al., 1991).
Obat Yang Digunakan Pasca Operasi
Ampicillin
Ampicillin merupakan salah satu antibiotika golongan Penicillin yang merupakan antibiotik broad spectrum serta aktif melawan sejumlah besar organisme Gram positif (Staphylocccus sp., Streptococcus sp., Clostridium sp., Gonococcus sp., dll.) dan Gram negatif (Escherichia solid dan Proteus mirabilis). Ampicilin seperti antibiotika golongan Penicilin lain bekerja membunuh bakteri dengan cara menghambat biosintesis dinding sel dari bakteri. Dosis yang digunakan adalah 10-40 mg/kgBB secara peroral ataupun parenteral (Tenant, 2002).
Salep Bioplasenton
Bioplacenton® diproduksi oleh P.T. Kalbe Farma, berupa sediaan jelly mengandung ekstrak Placenta 10%, Neomisin Sulfat 5% dan jelly q.s. (Anonim, 2008). Ekstrak placenta yang terkandung dalam Bioplacenton® berperan sebagai biogenic stimulator yang akan mempercepat regenerasi sel dan penyembuhan luka. Ekstrak placenta mengandung protein, asam amino, vitamin dan mineral (Anonim, 2008). Selain itu juga mengandung enzim yang bersifat bioaktifator yang akan mengaktivasi aliran darah ke kulit dan dapat meningkatkan kemampuan kulit mengkonsumsi oksigen sehingga metabolisme dalam sel atau jaringan pun meningkat, yang nantinya akan menstimulir regenerasi sel pembentukan sel-sel kulit yang baru.
Neomisin sulfat yang terkandung dalam obat ini biasa digunakan untuk pengobatan keratitis dan konjungtivitis pada anjing, keratokonjungtivitis pada ternak dan otitits eksterna akut pada anjing (Brander and Pugh, 1982; Booth, 1988). Preparat ini biasa digunakan untuk mencegah infeksi pada luka sobek, luka lacerasi atapun abrasi pada sapi, kuda, kucing dan anjing. Preparat ini juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi pasca operasi seperti pada amputasi declaw, potong ekor ataupun kastrasi (Booth, 1988).
Salep Betadine
Betadine salep dengan kandungan povidone iodine 10% digunakan untuk penyembuhan terhadap luka bakar, luka karena infeksi, ataupun luka yang lambat sembuh, seperti pada penderita diabetes. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa betadine salep daya kerjanya tidak terpengaruh oleh adanya darah ataupun nanah, proses penyembuhan luka cepat, dan tidak menimbulkan noda di kulit maupun pakaian (larut dalam air) (Anonim, 2008).
Luka dan Kesembuhan Luka
Luka dapat didefinisikan sebagai kerusakan jaringan pada jaringan tubuh yang menderita kehilangan kesinambungan. Luka biasanya disebakan karena trauma yang berasal dari luar tubuh baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja (Robbins, 1984).
Pada operasi ini dilakukan incisi dan merupakan luka baru atau luka iris. Luka iris adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam, tepi luka berbatas jelas dan halus, dan kerusakan yang ditimbulkan bersifat ringan. Luka ini paling sering ditemukan pada luka operasi dengan harapan kesembuhan primer (Archibald, 1965).
Kesembuhan luka melewati beberapa tahapan kesembuhan luka yaitu :
1. Fase peradangan (Inflamatory phase)
Fase ini diawali dengan adanya perdarahan yang membersihkan dan memenuhi bagian kulit yang terluka segera setelah terjadi trauma. Pembuluh-pembuluh darah akan menyempit selama kurang lebih 5-10 menit untuk membatasi hemoragi namun kemudian berdilatasi dan melepaskan fibrinogen dan elemen penjendalan (clotting elemen) ke daerah luka. Transudat fibrin dan plasma akan memenuhi daerah luka, menyumbat pembuluh limfe, melokalisasi radang dan melekatkan tepi luka. Mediator peradangan misal histamin dan serotonin akan dilepaskan segera setelah luka terbentuk. Fase ini berlangsung selama 2-3 hari dan bertahan sampai kurang lebih 5 hari.
2. Fase debrikasi (debriment phase)
Fase ini ditandai dengan adanya infiltrasi dan neutrofil dan monosit ke daerah luka. Peristiwa ini terjadi kurang lebih 6-12 jam setelah terjadinya luka. Infiltrasi netrofil dan monosit akan menginisiasi debrikasi. Monosit akan berubah menjadi makrofag pada daerah luka kurang lebih setelah 24-48 jam. Makrofag akan menyingkirkan jaringan nekrotik, bakteri dan material asing. Limfosit akan menyususl tertarik pada daerah luka setelah netrofil dan makrofag.
3. Fase perbaikan (Repair phase)
Fase ini biasa terjadi 3-5 hari setelah luka terjadi. Ada beberapa proses yang terlibat dalam fase ini :
a. Fibroblas dan collagen
Fibroblas akan bermigrasi menuju daerah yang mengalami luka setelah fase peradangan terlewati (2-3 hari). Fibroblas akan menginvasi luka untuk mensintesis dan mendeposit collagen, elastin dan proteoglican yang akan mengalami maturasi membentuk jaringan fibrous. Setelah 5 hari regangan pada daerah sekitar luka menyebabkan fibroblast, fibrin dan pembuluh kapiler untuk terposisi paralel dengan tepi luka. Jumlah dari collagen mencapai jumlah maksimum setelah 2-3 minggu.
b. Jaringan granulasi (Granulation tissue)
Jaringan granulasi akan mengisi dan melindungi luka dengan jalan menciptakan barier terhadap infeksi. Jaringan ini juga menciptakan lapisan dasar untuk terjadinya migrasi epitel dan merupakan sumber dari sel-sel fibroblast khusus yang dinamakan myofibroblast.
c. Epitelialisasi
Proses epitelialisasi dimulai dalam waktu 24-48 jam pada luka dengan tepi luka teraposisi dengan baik. Pada luka yang terbuka, proses dimulai setelah lapisan jaringan granulasi terbentuk, biasanya setelah 4-5 hari. Pada awalnya lapisan epitel yang terbentuk hanya 1 lapis sel (one cell layer) yang rapuh. Lapisan ini akan menebal dengan terbentuknya lapisan-lapisan baru.
d. Kontraksi luka (wounds contraction)
Kontraksi luka akan memperkecil besar luka dimana proses ini terjadi melalui kontraksi dari myofibroblast yang terdapat pada jaringan granulasi. Proses ini terjadi bersamaan dengan terbentuknya jaringan granulasi dan epitelialisasi. Secara umum luka akan mengecil sebesar 0,6-0,7 mm per hari. Proses ini akan terhambat oleh adanya fiksasi luka, inelastisitas atau adanya tarikan pada luka. Proses ini juga terhambat jika perkembangan myofibroblast berkurang, pemberian obat antiinflamasi steroid, obat antimicrotubular dan pemberian muskulo-relaksan lokal. Proses ini akan berhenti setelah tepi luka bertemu, adanya regangan yang berlebihan atau tidak tersedia cukup myofibroblast.
4. Fase Maturasi (Maturation Phase)
Fase ini berlangsung setelah jumlah kolagen yang cukup telah terdeposit pada daerah luka. Proses ini berlangsung setelah 17-20 hari setelah luka terbentuk dan dapat berlanjut sampai beberapa tahun. (Fossum, 2000).
Jenis kesembuhan luka yang paling sederhana terlihat pada kesembuhan luka iris karena operasi, dimana tepi luka dapat saling didekatkan agar terjadi kesembuhan luka primer. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, arah dan jumlah jaringan granulasi, cara kesembuhan luka dibedakan menjadi kesembuhan luka primer dan sekunder (Robbins, 1984).
Kesembuhan luka primer merupakan kesembuhan luka alami dan jaringan yang menderita sembuh sempurna tanpa menimbulkan gangguan fungsi dan anatomi, sedangkan kesembuhan sekunder biasanya terjadi bila kesembuhan primer tidak tercapai karena ulcerasi, abses, atau sebab lainnya. Kesembuhan sekunder dengan adanya granulasi membutuhkan waktu 4 minggu untuk kesembuhan dan meninggalkan jejak parut (Robbins, 1984).
Kesembuhan luka itu sendiri dipengaruhi oleh faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal meliputi adanya gangguan vaskularisasi, inervasi syaraf, trauma jaringan, hematoma, lama operasi, adanya infeksi sekunder, benda asing, dan aposisi luka yang kurang akurat. Faktor umum meliputi adanya defisiensi makanan, dehidrasi, gangguan keseimbangan hormon, adanya penyakit hati, ginjal, dan jantung. Faktor sistemik meliputi adanya defisiensi protein, vitamin A, C, B kompleks, D, dan K, kegemukan, faktor genetik, anemia, leukopenia, dan umur (Archibald, 1965).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
tegkyuwww
BalasHapuskalo dosis rattus norvegicus dikasi ketamin ama xylazine brapa dosisnya???
BalasHapusaku dari jember
di jember tidak ada yang jual xylazine..
lalu obat itu bisa diganti apa??
kalau aku kasi anastesi dengan kedua obat tersebut selama 2 minggu berturut2 toksik atau tidak?
klo prosedur setelah enterotomi itu sndri kyk apa yach???
BalasHapuskan ususnya ad luka tuch??
anomim.............yup makasih atas kunjungannya
BalasHapuscaesar.......
ya tergantung berat badan dari rattus norvegicus dan konsentrasi.
bisa diganti dengan ketamin HCL.
sebaiknya digunakan saat proses operasi saja.
tidak toksik asal dosis benar.
michan........
ya dilakukan operasi penutupan dan perawatan pasca operasi......dengan terapi obat dan lainya.
pak yudi josss
BalasHapusgori..................sip mbrow....
BalasHapusbermanfaat, thanks
BalasHapus