Selasa, 05 Januari 2010

MAnajemen pakan sapi

Pengelolaan pakan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha peternakan karena hampir 70 % pengeluaran usaha peternakan untuk biaya pakan. Oleh karena itu tata laksana/manajemen pakan sangat penting artinya untuk keberhasilan usaha peternakan. Ketersediaan bahan pakan berupa hijauan makanan ternak (HMT) dalam bentuk segar maupun awetan perlu menjadi bahan pertimbangan jumlah ternak yang akan dipelihara.

Sebagai gambaran kasar seekor sapi setiap harinya membutuhkan pakan dalam bentuk HMT sebanyak ± 10 % dari berat badan dan pakan penguat berupa konsentrat ± 1 % dari berat badan. Sebagai contoh kalau anda memiliki seekor sapi dengan berat badan 400 kg maka setiap harinya anda harus menyiapkan HMT sebanyak kira – kira 40 kg dan 4 kg konsentrat. Bila anda memiliki 10 ekor sapi dengan berat rata – rata yang sama maka setiap hari anda harus menyediakan 10 x 40 kg = 400 kg HMT dan 10 x 4 kg = 40 kg konsentrat.

Sumber HMT sebaiknya mudah diperoleh dan sedapat mungkin terdapat di daerah sekitar sehingga tidak menimbulkan masalah ongkos transportasi dan kesulitan mencarinya. Ketersediaan sepanjang waktu dalam jumlah yang mencukupi keperluan, harga yang layak/tidak mahal dan tidak bersaing dengan kebutuhan pokok manusia menjadi syarat lain HMT. HMT dapat diberikan dalam kondisi segar maupun awetan dalam bentuk kering (hay) ataupun fermentasi (silase).

Beberapa jenis HMT yang memiliki nilai gizi yang baik untuk ternak antara lain rumput benggala, rumput kalanjana, rumput gajah, king grass, rumput lapangan dan jerami. Golongan leguminose atau kacang – kacangan seperti daun dan batang kacang tanah (rendeng) dan kacang ruji juga mempunyai nilai gizi yang baik. Golongan gleresidae (rambanan) yang terkenal antara lain daun ketela pohon, daun nangka, daun lamtoro, daun gamal/langu, daun kaliandara dan daun turi.

Sapi dan domba umumnya lebih menyukai rumput – rumputan tetapi kambing lebih menyukai rambanan. Jumlah yang diberikan sebaiknya mencukupi dan lebih baik bila dilayukan terlebih dahulu. Tujuannya selain untuk menghilangkan zat – zat beracun (bila ada) juga untuk menghindari penularan bibit penyakit terutama parasit cacing yang menular melalui rerumputan basah. HMT yang besar dan panjang seperti kalanjana dan rumput gajah sebaiknya disajikan dalam kondisi dipotong – potong.

Tata laksana pemberian HMT sebaiknya dibuat suatu rutinitas tersendiri dan diberikan dalam jumlah yang mencukupi. HMT ini sebaiknya jangan hanya terdiri satu jenis HMT saja secara terus menerus karena perbedaan jenis HMT memiliki perbedaan nilai/kandungan gizi. Semakin lengkap jenis HMT yang diberikan semakin baik karena dapat menutup kebutuhan nilai gizi yang berbeda – beda. Pemberian jenis HMT secara bervariasi sangat dianjurkan untuk menghindari kebosanan pada salah satu jenis HMT. Pemberian HMT pada ternak dapat dilakukan 2 – 3 kali per hari, namun umumnya ternak hanya diberi HMT dua kali sehari; pagi dan sore/petang. Jumlah yang diberikan dapat terdiri 50 % pagi dan 50 % sore/petang atau 60 % pagi dan 40 % sore/petang tergantung kebiasaan makan ternak. Ternak yang lebih banyak makan di pagi dan siang hari diberi HMT dalam jumlah yang lebih banyak pada pagi hari dan sebaliknya ternak yang lebih banyak makan pada sore/petang diberi HMT yang lebih banyak pada sore/petang.

Konsentrat sapi saat ini banyak tersedia konsentrat buatan pabrik dengan harga yang terjangkau. Akan tetapi sebenarnya konsentrat dapat kita buat sendiri dengan bahan – bahan yang terdapat di sekitar. Bahan konsentrat yang paling mudah ditemukan adalah bekatul padi, tepung jagung, tepung ketela pohon, gaplek, ketela pohon segar dan bungkil kelapa. Bahan lain yang juga diperlukan adalah tepung kedelai (namun harganya mahal) dan tepung ikan atau lemak hewani (tallow) dan mineral premix yang harus dibeli di toko bahan pakan hewan. Untuk keperluan sendiri konsentrat ramuan sendiri terdiri bekatul padi, ketela pohon segar/gaplek dan mineral yang ditambah garam dapur sudah mencukupi. Jumlah kebutuhan harian disesuaikan dengan berat dan jumlah sapi serta ketersediaan bahan.

Sebagai contoh komposisi konsentrat yang banyak dipakai peternak sapi adalah; 35 % tepung jagung, 50 % bekatul padi, 5 % bungkil kelapa, 5 % tepung kedelai dan 5 % tepung ikan. Komposisi lain misalnya terdiri 65 % tepung jagung, 21 % bekatul padi, 5 % bungkil kelapa, 5 % tepung kedelai dan 4 % tepung ikan. Semua bahan tersebut dicampur merata dan siap disajikan. Konsentrat ramuan sendiri ini sebaiknya masa simpannya tidak lebih dari 2 minggu supaya tidak apek dan tengik. Jumlah banyak sedikitnya pembuatan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan/jumlah sapi sehingga konsentrat yang sudah jadi tidak terlalu lama disimpan.

Tata laksana pemberian konsentrat dapat dilakukan dengan sistem kering maupun basah. Pemberian konsentrat dengan sistem kering lebih disukai peternak karena lebih mudah dan lebih praktis tetapi kurang disukai sapi dan pada sapi yang kelaparan seringkali menyebabkan tersedak. Pemberian konsentrat dengan sistem basah (komboran) membutuhkan tempat yang lebih besar, perlu banyak tenaga tetapi sistem ini lebih disukai ternak/sapi karena mudah dimakan dan tidak menyebabkan tersedak.

Air minum adalah komponen pakan yang tidak boleh terlupakan. Kebutuhan air minum sangat dipengaruhi jenis hewan, umur, cuaca dan jenis kelamin maupun type ternak. Ternak type perah membutuhkan air minum dalam jumlah yang relatif lebih banyak dibanding type potong. Hewan dalam masa pertumbuhan dan berproduksi akan membutuhkan air minum dalam jumlah yang lebih banyak dibanding hewan tua dan tidak berproduksi. Pada prinsipnya air minum harus selalu tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas (ad libitum) terutama untuk ternak yang dipelihara dalam kandang (kereman) karena keterbatasan hewan untuk mencari minum sendiri.

Air minum sebaiknya berasal dari air tanah/air sumur dan bukan air PAM atau air sungai. Air PAM mempunyai kelemahan yakni kandungan klorin (kaporit) yang terlalu tinggi sehingga dapat mengganggu keseimbangan mikroflora dalam rumen yang berfungsi untuk percernaan mikroba. Air sungai kurang baik karena tingkat pencemaran terhadap bibit penyakit seperti cacing dan bibit penyakit lainnya cukup tinggi terutama aliran sungai yang digunakan untuk memandikan ternak (ngguyang).

Tata cara pemberian pakan sebaiknya dibuat suatu rutinitas dan jangan mengubah rutinitas tersebut secara mendadak, misalnya sapi yang biasanya diberi HMT dahulu baru diberi komboran sebaiknya jangan diubah rutinitasnya karena dapat menyebabkan gangguan metabolisme seperti indigesti/tidak nggayemi akibat perubahan pemberian pakan yang mendadak. Jumlah yang diberikan juga berpengaruh, sebaiknya jangan memberi konsentrat dalam jumlah berlebihan karena dapat menyebabkan rumen sarat. Pemberian konsentrat dengan sistem kering sebaiknya dibarengi dengan pemberian air minum secara ad libitim.

Perubahan pola pemberian pakan sebaiknya dilakukan secara bertahap, misalnya penambahan jumlah HMT atau konsentrat dilakukan berangsur – angsur sehingga tidak menimbulkan stress fisiologis pada ternak. Perubahan jenis pakan juga sebaiknya jangan dilakukan secara mendadak tetapi secara bertahap, misalnya yang biasanya diberi hijauan segar jangan langsung diganti total dengan jerami kering karena dapat menyebabkan sapi kaget dan tidak mau makan karena merasa asing dengan pakan yang diberikan. Kalaupun sapi mau makan biasanya karena rasa lapar, akan tetapi hal tersebut dapat menimbulkan masalah pencernaan seperti rumen sarat dan indigesti atau tidak nggayemi.

Perubahan pemberian dan jenis pakan/konsentrat paling banyak memberikan andil pada kasus indigesti pada ternak sapi. Ini biasanya terjadi pada musim tertentu misalnya pada saat panen kacang tanah dimana ternak diberi rendeng dalam jumlah berlebih (karena tidak beli dan mumpung ada) dapat menyebabkan kembung rumen. Pada saat panen ketela pohon juga sering terjadi kasus indigesti dan rumen sarat pada sapi karena pemberian ketela pohon afkir (rucah) dalam jumlah yang tidak terkontrol. Bila hal – hal tersebut diatas terjadi maka ternak perlu diistirahatkan dan sementara jangan diberi pakan dulu tetapi disediakan air minum yang ditambah garam dapur dalam jumlah banyak. Apabila kondisi ternak sudah membaik dan mau makan atau nggayemi maka porsi pakan seperti sediakala dapat disediakan.

MANAJEMEN PEMBUATAN SILASE

Hijauan makanan ternak (HMT) dapat diberikan dalam kondisi segar maupun awetan. Pengawetan HMT secara tradisional dengan cara pengeringan sudah banyak dilakukan oleh peternak kita terutama untuk hijauan batang padi yang dikeringkan menjadi jerami. Pengawetan dengan cara pengeringan ini memiliki beberapa kekurangan antara lain HMT kering tersebut karena kadar airnya rendah kurang disukai ternak/sapi dan nilai gizi dari HMT banyak mengalami penurunan.

Cara lain untuk pengawetan HMT adalah dengan sistem fermentasi (silase) sehingga dihasilkan HMT awetan dengan kadar air dan nilai gizi yang tetap stabil bahkan dapat lebih baik. Silase sendiri adalah hasil proses fermentasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengawetkan HMT dalam keadaan basah (lembab). Silase dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu; High Moisture Silase (HMS) yaitu silase yang memiliki kadar air tinggi (60 – 70%) dan kadar bahan kering rendah (30 – 40 %) dan Low Moisture Silase (LMS) yaitu silase yang memiliki kadar air rendah (45 – 55 %) dan kadar bahan kering tinggi ( 45 – 55 %). Untuk membuat HMS rumput segar perlu dilayukan dulu agar kadar airnya menurun dan bahan keringnya meningkat, dan untuk membuat LMS rumput kering perlu dilayukan sampai setengah kering agar kadar airnya menurun dan bahan kering meningkat. Pembuatan silase dari bahan rumput/jerami kering perlu ditambahkan air agar kadar airnya meningkat.

Cara pembuatan silase dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain;

1. Up Right Silo dengan bangunan berupa tabung yang tinggi menjulang.

2. Trench/Pit Silo dengan bangunan berupa ruang diatas tanah dilengkapi pintu khusus

3. Bunker Silo dengan bangunan berupa bak dari tembok atau kayu dibawah permukaan tanah, penutup dapat dari plastik atau bahan lain yang kedap udara

4. Kantong plastik atau drum bertutup rapat.

Adapun tata cara pembuatan silase antara lain;

1. siapkan bak/lubang dengan ukuran 1 x 1 x 1 m, lapisi dengan plastik

2. siapkan HMT; misalkan king grass 400 kg, jerami padi 30 kg, daun singkong 30 kg, daun lamtoro 10 kg, daun gamal 15 kg dan dedak padi halus 25 kg. Pemilihan jenis HMT dapat disesuaikan dengan ketersediaan HMT.

3. layukan HMT selama 2 – 3 hari, setelah layu/setengan kering HMT besar dipotong – potong 3 – 5 cm dan dicampur menjadi satu.

4. masukkan campuran HMT kedalam lubang/bak; 95 kg HMT dicampur dedak 5 kg diaduk rata dan dipadatkan, lakukan terus menerus sampai semua HMT masuk.

5. tutup dengan plastik atau bahan kedap udara lain sampai benar – benar rapat dan udara maupun air tidak dapat masuk kedalamnya.

6. hasil silase dapat dilihat 3 minggu kemudian. Silase jadi yang baik warna tidak berubah, tidak busuk, tidak berjamur dan tidak berbau seperti tape.

Pemberian pakan silase untuk ternak sebaiknya dianginkan-anginkan terlebih dahulu dan dilakukan sedikit demi sedikit supaya tidak terjadi indigesti (eneg). Tambahkan sedikit garam dapur untuk merangsang nafsu makan sapi.

1 komentar: